Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perkembangan Alam Pikiran Islam

Perkembangan Alam Pikiran Islam

Pembahasan Ringkas


Dalam sejarah, Islam tumbuh, berkembang, mengalami kejayaan, kemunduran, dan kebangkitan kembali. Jatuh dan bangun adalah sunnatullah. Masa kejayaan Islam, sebagaimana ditandai oleh besarnya dinasti Umayyah, Abbasiyyah, Umayyah di Andalusia, dan Fathimiyyah. Karena faktor politik dan kekuasaan akhirnya terpecahlah persatuan umat Islam, dan dari situlah mulai timbul berbagai aliran/firqah/madzhab. Dengan pemikiran atau ijtihad para 'Ulama maka macam-macam aliran, firqah dan madzhab terbentuk serta berkembang, sebagaimana uraian berikut ini.

A. Dalil Nash

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Orang-orang Yahudi terpecah kedalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orang-orang Nasrani, dan umatku akan terbagi kedalam 73 golongan.” (HR. Sunan Abu Daud)

“Umatku akan menyerupai Bani Israil selangkah demi selangkah. Bahkan jika seseorang dari mereka menyetubuhi ibunya secara terang-terangan, seseorang dari umatku juga akan mengikutinya. Kaum Bani Israil terpecah menjadi 72 golongan. Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, seluruhnya akan masuk neraka, hanya satu yang masuk surga.” (HR Imam Tirmizi).

Dari sini dapat kita lihat betapa benarnya Islam, agama yang dibawa oleh Raulullah. Subhanallah, Nabi kita telah mengetahui jika kelak akan muncul berbagai aliran atau golongan umat islam.

Lalu siapakah satu golongan yang masuk surga tersebut?? Rasullullah bersabda: “Kami (para shahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat ?” Rasulullah Saw menjawab, “ Yang mengikutiku dan para shahabatku.” (HR Imam Tirmizi)

Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, ”Demi Tuhan yang memegang jiwa Muhammad di tangan-Nya, akan berpecah umatku sebanyak 73 firqah, yang satu masuk Syurga dan yang lain masuk Neraka.” Bertanya para Sahabat: “Siapakah (yang tidak masuk Neraka) itu Ya Rasulullah?” Nabi menjawab: “Ahlussunnah wal Jamaah.”

B. Sejarah Munculnya Aliran-aliran dalam Islam

Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran Islam di Makkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Sistem pemerintahan kala itu dijalankan melalui majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.

Tetapi, pada saat Nabi SAW diangkat sebagai pemimpin, beliau mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok pedagang yang mempunyai solidaritas kuat demi menjaga kepentingan bisnisnya. Akhirnya, Nabi SAW bersama para pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan pergi (hijrah) ke Yatsrib (sekarang bernama Madinah) pada tahun 622 M.

Ketika masih di Makkah, Nabi SAW hanya menjadi pemimpin agama. Setelah hijrah ke Madinah, beliau memegang fungsi ganda, yaitu sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Di sinilah awal mula terbentuk sistem pemerintahan Islam pertama, yakni dengan berdirinya negara Islam Madinah.

Ketika Nabi SAW wafat pada 632 M, daerah kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota itu saja, tetapi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Negara Islam pada waktu itu, sebagaimana digambarkan oleh William Montgomery Watt dalam bukunya yang bertajuk Muhammad Prophet and Statesman, sudah merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka menjalin persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam berbagai bentuk.

Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah. Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh Usman bin Affan.

C. Munculnya Perselisihan

Awal kemunculan aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah Islamiyah mengalami suksesi kepemimpinan dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal perpecahan di kalangan umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu mulai muncul pada akhir kekuasaan Usman.

Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua perang besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah bin Abu Sufyan.

Faktor penyulut Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang dan menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair dan Talhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali semasa memerintah juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi–di masa pemerintahan Khalifah Usman–yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.

Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para penentangnya pun menimbulkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam, seperti Syiah, Khawarij, Murjiah, Muktazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal Jamaah, Jabbariyah, dan Kadariah.

Aliran-aliran ini pada awalnya muncul sebagai akibat percaturan politik yang terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan dalam masalah kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun, dalam perkembangan selanjutnya, perselisihan yang muncul mengubah sifat-sifat yang berorientasi pada politik menjadi persoalan keimanan.

”Kelompok khawarij yang akhirnya menjadi penentang Ali mengganggap bahwa Ali tidak melaksanakan keputusan hukum bagi pihak yang memeranginya sebagaimana ajaran Alquran. Karena itu, mereka menunduh Ali kafir dan darahnya halal,” kata guru besar filsafat Islam, Prof Dr Mulyadi Kartanegara, kepada Republika.

Sementara itu, kelompok yang mendukung Ali dan keturunannya (Syiah) melakukan pembelaan atas tuduhan itu. Dari sinilah, bermunculan berbagai macam aliran keagamaan dalam bidang teologi.

Selain persoalan politik dan akidah (keimanan), muncul pula pandangan yang berbeda mengenai Alquran (makhluk atau kalamullah), qadha dan qadar, serta sebagainya.

D. Penjeasan singkat aliran-aliran teologi Islam

Pada pembahasan ini akan kami sampaikan beberapa contoh aliran teologi islam diantaranya yaitu:

1. Aliran Syi’ah

Aliran yang mendukung Ali dan keturunannya

2. Aliran Khawarij

Aliran yang keluar dan memisahkan diri dari barisan Ali. Mereka telah memandang Ali telah melakukan kesalahan besar. Mereka juga telah mengkafirkan Ali karena melakukan dosa besar sehingga Ali termasuk keluar dari Islam dan wajib di bunuh.

3. Aliran Murjiah

Aliran yang berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah Allah mengampuni atau menghukumnya.

4. Aliran Mu’tazilah

Aliran ini tidak menerima kedua pendapat diatas (b dan c). bagi mereka orang yang berdosa bukan kafir juga bukan mukmin tetapi ditengah-tengah antara keduanya (almanzilah bainal manzilatain). Aliran ini merupakan aliran terbesar dan tertua. Dan juga ikut memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia islam. Ajaran – ajaran pokok aliran ini yaitu; Ke – Esa – an, Keadilan, Janji dan Ancaman, Tempat diantara dua tempat, dan yang terakhir yaitu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang segala kemungkaran.

5. Aliran Jabariyah

Kaum ini berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Jadi segala yang dilakukan oleh manusia adalah kehendak tuhan atau sudan menjadi qada dan qadar tuhan secara penuh

6. Aliran Qadariah

Kaum ini sebaliknya dengan kaum jabariyah, yaitu manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Jadi segala sesuatu yang dilakukan manusia memang atas kehendak dan kekuatan dari menusia tersebut.

7. Ahli sunnah dan jama`ah


Golongan ini timbul atas reaksi paham-paham golongan sebelumnya seperti Mu`tazilah dan qadariyah dan yang lainnya. Golongan ini, salah satunya menjunjung tinggi qaidah attasamukh (toleran) yaitu tidak seperti mu`tazilah yang begitu keras dalam menyiarkan agama. Ahl Sunnah dan Jamaah tidak menjunjung tinggi-tinggi kekuatan manusia dan juga tidak meyerahkan kekuatan sepenuhnya kepada Tuhan.


=================================

Pembahasan Cukup Detail dan Panjang (Untuk yang kuat membaca!):


==================================


Islam  Dan Firqoh-Firqohnya

A. Sejarah Awal Munculnya Firqah-Firqah Dalam Islam

Realitas sejarah tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok yang berdasarkan keterangan dari hadis-hadis shahih dan mutawatir. Nabi SAW bersabda yang artinya : “Bahwasanya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah(firqah) dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya akan masuk neraka kecuali satu”. Sahabat-sahabt yang mendenagr ucapan ini bertanya: “Siapakah yan satu itu Ya Rasulullah?” Nabi Muhammad SAW menjawab: “Yang satu itu ialah orang yang berpegang (beritiqad) sebagai peganganku (itiqadku) dan pegangan sahabat-sahabatku” (H.R. Iman Tirmidzi).

Para pakar juga telah menguraikan perinciannya tentang makna dan siapa saja dari tujuh puluh tiga kelompok itu. Akan tetapi pertanyaan yang tidak jarang terjadi adalah: bagaimanakah motif utama terjadinya perpecahan dikalangan umat Islam?

Setelah Nabi Muhammad saw wafat, timbullah persoalan yaitu siapakah yang berhak memegang khilafah. Karena semasa Rasulullah masih hidup tidak memberikan ketentuan yang konkrit bagaimana kepemimpinan umat Islam setelah ia wafat. Masalah kepemimpinan/kekhalifahan ini semakin menonjol pada saat masa akhir pemerintahan khalifah Utsman bin Affan, muncul apa yang disebut “peristiwa Ali vs Utsman”.

Timbulnya aliran-aliran teologi Islam tidak terlepas dari fitnah-fitnah yang beredar  setelah  wafatnya  Rasulullah  Saw.  Setelah  Rasulullah  Saw  wafat  peran sebagai  kepala  Negara  digantikan  oleh  para  sahabat-sahabatnya,  yang  disebut Khulafaur Rasyidin  yakni Abu  Bakar,  Umar bin  Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali  bin Abi  Thalib.  Namun,  ketika  pada  masa  Utsman  bin Affan  mulai  timbul adanya  perpecahan  antara  umat  Islam  yang  disebabkan  oleh  banyaknya  fitnah yang timbul pada masa itu. Sejarah mencatat, akibat dari banyaknya fitnah yang timbulkan pada masa itu menyebabkan perpecahan pada umat Islam, dari masalah politik sampai pada masalah  teologis.

Awal mula perpecahan dimulai sejak wafatnya Utsman bin Affan r.a.  Ahli  sejarah  menggambarkan  Utsman  sebagai  orang  yang  lemah  dan  tak sanggup  menentang  ambisi  keluarganya  yang  kaya  dan  berpengaruh  itu  untuk menjadi gubernur. Tindakan-tindakan yang dijalankan Utsman ini mengakibatkan reaksi  yang  tidak  menguntungkan  bagi  dirinya.  Sahabat-sahabat  nabi  setelah melihat   tindakan   Utsman   ini   mulai   meninggalkan  khalifah yang ketiga ini. Perasaan tidak senang akan kondisi ini mengakibatkan terjadinya pemberontakan, seperti  adanya  lima  ratus  pemberontak  berkumpul  dan  kemudian  bergerak  ke Madinah.  Perkembangan  suasana  di  Madinah  ini  membawa  pada  pembunuhan Utsman oleh pemuka-pemuka pemberontak di Mesir ini.

Setelah Utsman wafat Ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat. Tetapi  segera  ia  mendapat  tantangan  dari  pemuka-pemuka  yang   ingin  pula menjadi  khalifah,  terutama  Talhah bin Ubaidillah  dan  Zubeir bin Awwam  dari  Mekkah  yang  mendapat sokongan  dari  Aisyah r.a.  Tantangan  ini  dapat  dipatahkan  Ali  dalam  pertempuran yang  terjadi  di  Irak  tahun  656  M. Talhah  dan  Zubeir  mati  terbunuh  dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.

Setelah terjadi pembunuhan atas diri Utsman bin Affan r.a, timbul perselisihan yang lain lagi, yaitu persoalan dosa besar, tentang bagaimana hukum orang yang mengerjakan dosa membunuh. Lantas persoalan tersebut berkembang ke masalah-masalah yang lain yang terkait. Misalnya bagaimanakah pengertian iman itu, dan bagaimana pula batasan-batasannya, serta hubungannya dengan amal perbuatan yang lain. Dari akibat persoalan dosa besar tersebut, akhirnya timbullah golongan-golongan besar yang diantaranya bernama, Khawarij, Murji’ah, Jabariyah, Qodariyah, Mu’tazilah, Syiah dan masih banyak lagi.

B. Firqah-Firqah Dalam Islam

1. Syiah
Syi’ah ialah sekte dengan jumlah penganut terbesar kedua dalam agama Islam, setelah Sunni. Sekitar 80% umat Muslim sedunia merupakan penganut Sunni, dan 20% penganut Syi'ah. Pada umumnya, Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah pertama, seperti juga Sunni menolak Imamah Syi'ah setelah Ali bin Abi Thalib.

a. Latar Belakang Munculnya Aliran Syiah
Syiah menurut bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok. Sedangkan secara terminologi adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad saw. atau orang yang disebut ahlul bait.

Mengenai kemunculan Syiah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ahli.

Menurut Abu Zahrah, Syiah muncul pada masa akhir pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin abi Thalib.

Menurut Watt, Syiah baru benar-benar muncul ketika terjadi peperangan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah yang dikenal dengan perang siffin.

Sedangkan menurut kalangan Syiah sendiri, kemunculannya berkaitan dengan pengganti (khalifah) setelah Nabi Muhammad saw. Mereka menolak pemerintahan Abu Bakar, Umar dan Utsman karena menurut pandangan mereka hanya Ali yang berhak menggantikan beliau.

Penganut paham Syiah tersebar di negara-negara Iran, Irak, Afganistan, Pakistan, India, Libanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, bekas negara Uni Soviet, serta beberpa negara Amerika dan Eropa.

b. Doktrin-Doktrin Syiah
Dalam Syiah, ada Ushulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu'ud-din (perkara cabang dalam agama). Syiah memiliki lima perkara pokok, yaitu :
1) Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa
2) Al-‘Adl, bahwa Tuhan Maha Adil
3) An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syiah meyakini keberadaan para Nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada manusia
4) Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian
5) Al-Ma’ad, bahwa akan terjadi hari kiamat

Dalam perkara kenabian Syiah meyakini bahwa :
1) Jumlah Nabi dan Rasul adalah 124.000
2) Nabi dan Rasul terakhir ialah Nabi Muhammad saw
3) Nabi Muhammad saw adalah suci dari segala aib dan tanpa cacat sedikitpun. Beliau adalah Nabi yang paling utama dari seluruh Nabi yang pernah diutus
4) Ahlul-Bait Nabi Muhammad saw, yaitu Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam Husain dan 9 Imam dari keturunan Imam Husain adalah manusia-manusia suci sebagaimana Nabi Muhammad saw
5) Al-Quran adalah mukjizat nabi Muhammmad saw

c. Sekte-Sekte Syiah
Golongan Syiah terdiri atas 22 sekte, sekte yang terkenal ada empat, yakni Isna Asy’ariyah, Sab’iyah, Ghulat, dan Zaidiyah.

1) Syiah Isna Asy’ariyah (Syiah Dua Belas/Syiah Imamiyah)
Dinamakan Syiah Imamiyah karena dasar akidahnya adalah persoalan imam dalam arti religi politik. Sebutan Syiah Isna Asy’ariyah itu karena ada dua belas imam yang diakui yaitu Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husein bin Ali, Zaenal bin Abidin, M. Al-Baqir, Abdullah Ja’far as-Sadiq, Musa al-Kahzim, Ali ar-Rida, Muhammad al-Jawwad, Ali al-Hadi, Hasan al-Askari, dan al-Mahdi sebagai imam kedua belas.

2) Syiah Sab’iyah (Syiah Tujuh)
Istilah Syiah Sab’iyah memberi perngertian bahwa Syiah Sab”iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali, Husein bin Ali, Ali Zaenal Abidin, M. Al-Baqir, Ja’far As-Sadiq, dan Ismail bin Ja’far.
Aliran ini dipelopori oleh Abdullah bin Saba’ seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, tetapi jiwanya masih tetap dalam kepercayaan Yahudi.

3) Syiah Ghulat
Syiah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang sangat berlebih-lebihan. Hal ini dikarenakan pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa orang yang secara khusus dianggap Tuhan dan juga ada beberapa orang yang dianggap Rasul. Beberapa sekte yang terkenal di aliran Ghulat, antara lain Sabahiyah, Kamaliy, Albaiyah, Mughriyah, Mansuruyah, Khattabiyah, Khayaliyah, Hisamiyah, Nu’miyah, Yunusiyah, dan Nasyisiyah wa Ishafiyah.

4) Syiah Zaidiyah
Siyah Zaidiyah adalah aliran yang mengikuti Zaid bin Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib sebagai imam kelima. Mereka berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar adalah sah dari sudut pandang Islam. Mereka tidak merampas kekuasaan Ali bin Abi Thalib. Selain itu, mereka juga tidak mengkafirkan seorang sahabat pun. Syiah Zaidiyah ini adalah mazhab Syiah yang paling moderat dan paling dekat dengan mazhab ahli sunnah. Gal ini dikarenakan Zaid pernah berguru kepad Washil bin Atha’.

2. Murjiah

a. Latar Belakang Munculnya Aliran Murjiah
Salah satu aliran teologi Islam yang muncul pada abad pertama Hijriyah. Orang pertama yang membawa paham Murjiah adalah Gailan ad-Dimasyqi.

Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti menunda atau menangguhkan. Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti.

Munculnya aliran ini di latar belakangi oleh persoalan politik, yaitu persoalan khilafah (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, umat Islam terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu’awiyah. Kelompok Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan, yaitu golongan yang setia membela Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut Khawarij). Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan Khawarij, dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk Dinasti Umayyah. Syi’ah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya. Syi’ah menentang Mu’awiyah karena menuduh Mu’awiyah merebut kekuasaan yang seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung Mu’awiyah karena ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam pertikaian antara ketiga golongan tersebut terjadi saling mengafirkan. Di tengah-tengah suasana pertikaian ini muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan Murji’ah.

b. Doktrin-Doktrin Murjiah
Menurut W. Montgomery Watt merincikan sebagai berikut :
1) Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
2) Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Khalifah Rasyiddin.
3) Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4) Doktrin – doktrin murji’ah menyerupai pengajaran para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.

Menurut Harun Nasution menyebutkan 4 ajaran pokoknya dalam doktrin teologi murji’ah yaitu :
1) Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah,Amr bin Ash, dan Abu Musa Al – Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah dihari kiamat kelak.
2) Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3) Meletakkan pentingnya iman dari pada amal.
4) Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Menurut Abu ‘Ala Al Maududi menyebutkan 2 doktrin pokok ajaran murji’ah, yaitu :
1) Iman adalah percaya kepada Allah dan rasulnya saja. Adapun amal perbuatan tidak merupakan suatu adanya iman. Berdasarkan hal ini, sesorang tetap dianggap mukmin walaupun meningggalkan perbuatan yang difardhukan dan melakukan dosa besar.
2) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas seorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya denganmenjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.

c. Sekte-Sekte Murjiah
Kaum Murjiah pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya aliran Murjiah terbagi dalam dua kelompok besar, yakni golongan moderat dan golongan ekstrem.

Golongan Murjiah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa tidaklah kafir dan tidak kekal didalam neraka, tetapi akan dihukum sesuai dengan besar kecilnya dosa yang dilakukan. Adapun Murjiah ekstrem, yaitu pengikut Jahm bin Sufyan, berpendapat bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan, kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur tempatnya di dalam hati. Bahkan, orang yang menyembah berhala, menjalankan agama Nasrani, atau Yahudi sampai ia mati, tidaklah menjadi kafir. Orang yang demikian menurut pandangan Allah tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.

3. Muktazilah

Kaum Muktazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan dunia Islam selama lebih dari 300 tahun yang lalu akibat fatwa-fatwa mereka yang menggebohkan, selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para Ahlus Sunnah yang bersikukuh pada pedoman mereka.

a. Latar Belakang Munculnya Aliran Muktazilah
Secara etimologi, Muktazilah berasal dari kata “ i’tizal ” yang berarti menunjukkan kesendiria, kelemahan, keputusasaan, atau mengasingkan diri.

Secara terminologi, sebagian ulama mendefinisikan Muktazilah sebagai satu kelompok dari Qadariyah yang berselisih pendapat dengan umat Islam yang lain dalam permasalahan dosa besar.

Aliran Muktazilah muncul di kota Bashrah (Irak) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105-110 H, tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Malik bin Marwan dan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

Pelopor dari aliran Muktazilah adalah seorang penduduk Bashrah, mantan murid Hasan al-Basri yang bernama Washil bin Atha’ al-Makhzumi al-Gazzal. Awalnya nama Muktazilah sendiri diberikan oleh orang luar Muktazilah, yakni atas dasar ucapan Hasan al-Basri setelah melihat Washil bin Atha’ memisahkan diri dari halaqah yang diselenggarakan olehnya. Hasan al-Basri dalam sebuah riwayat memberi komentar “i,tazala anna” (dia mengasingkan diri dari kami). Akhirnya, orang-orang yang mengasingkan diri itu disebut “Muktazilah”, yang dapat diartikan sebagai orang yang mengasingkan diri dari majelis Hasan al-Basri.

Secara teknis, istilah Muktazilah ini menunjukkan pada dua golongan, yaitu Muktazilah I dan Muktazilah II.
1) Muktazilah I
Muncul sebagai respon politik murni, yaitu bermula dari gerakan atau sikap politik beberapa sahabat yang gerah terhadap kehidupan politik umat Islam pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Seperti yang kita ketahui, setelah Usman bin Affan wafat, Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah. Namun, pengangkatan ini mendapat protes dari sahabat lainnya.
2) Muktazilah II
Muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Mereka berbeda pendapat tentang persoalan menganggap kafir terhadap orang yang berdosa besar.

Mengenai pemberian nama Muktazilah II untuk golongan kedua ini terdapat beberapa versi, diantaranya sebagai berikut.
a) Versi Asy-Syahrastani
Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid memisahkan diri dari majelis Hasan al-Basri mengenai masalah orang yang berdosa besar dianggap kafir.
b) Versi Al-Baghdadi
Washil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid diusir oleh Hasan al-Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar.
c) Versi Tasy Kubra Zadah
Qatadah bin Da’mah berdiri meninggalkan majelis Amr bin Ubaid yang disangkanya majelis Hasan al-Basri sambil berkata “ini kaum Muktazilah”.
d) Versi Al-Mas’udi
Mereka diberi nama kaum Muktazilah karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat di antara kafir dan mukmin.

b. Gerakan Kaum Muktazilah
Pada permulaannya mempunyai dua cabang, yaitu sebagai berikut.
1) Cabang Basrah (Irak)
Muktazilah cabang Basrah dipimpin oleh Washil bin Atha’ dan Umar bin Ubaid. Ini berlangsung pada permulaan abad ke 2 H.

2) Cabang Baghdad (Irak)
Muktazilah cabang Baghdad didirikan oleh Basyar bin al-Mu’tamar salah seorang pemimipin Basrah yang pindah ke Baghdad kemudian mendapat dukungan dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al-Musdar, Ahmad bin Abu Dawud, Ja’far bin Mubasyar, dan Ja’far bin Harib al-Hamdani. Inilah imam-imam Muktazilah disekitar abad ke 2 dan ke 3 H.

c. Ciri-Ciri Kaum Muktazilah

Ciri-ciri kaum Muktazilah adalah suka berdebat, terutama dihadapan umum. Siapa saja yang berbeda pendapat dengan mereka lantas diajak berdebat dan bertanding dihadapan umum karena mereka sangat yakin dengan kekuatan akal mereka.

d. Prinsip-Prinsip Aliran Muktazilah

1) At-Tauhid (Keesaan Tuhan)
Tauhid kaum Muktazilah tidak mengakui  adanya sifat-sifat Tuhan, tetapi Tuhan adalah zat yang tunggal tanpa sifat. Oleh sebab itu, mereka menfatwakan dan bahkan pernah memaksakan orang agar meyakini bahwa Al-Quran itu sebagai makhluk.
2) Al-‘Adl (Keadilan Tuhan)
Mereka sangat yakin jika Tuhan itu Maha Adil maka Dia tidak akan menindas makhluk-Nya. Manusia dihukum oleh Tuha karena ia mengerjakan dosa dan diberi pahala karena melakukan amal ibadah yang baik. Oleh sebab itu, menurut kaum Muktazilah, semua perbuatan manusia dibuat dan diciptakan manusia sendiri tidak ada sangkut pautnya dengan Tuhan.
3) Al-Wa’du wal-Wa’id (Janji dan Ancaman)
Kaum Muktazilah yakin bahwa janji dan ancaman itu pasti terjadi, yaitu janji Tuhan yang berupa pahala (surga) bagi orang yang berbuat baik dan ancamannya berupa siksa (neraka) bagi orang yang berbuat durhaka.
4) Al-Manzilah Baina Al-Manzilatain (Tempat di Antara Dua Tempat)
Pokok ajarannya adalah orang Islam yang melakukan dosa besar selain syirik dan belum bertobat, ia tidak dikatakan kafir dan tidak pula mukmin, tetapi fasik. Sementara di akhirat kelak orang yang melakukan dosa besar itu tidak akan di masukkan di dalam surga dan tidak dimasukkan ke dalam neraka melainkan berada di antara surga dan neraka.
5) Al-Amru bil Ma’ruf wa an-Nahyu ‘an al-Munkar
Kaum Muktazilah sepakat mengatakan bahwa akal manusia sanggup membedakan yang baik dan yang buruk. Hal itu disebabkan sifat-sifat dari yang baik dan yang buruk itu dapat dikenal dan manusia berkewajiban memilih yang baik dan menjauhi yang buruk.

e. Perkembangan Aliran Muktazilah

1) Kejayaan Kaum Muktazilah
Kaum Muktazilah mengalami masa kejayaan pada masa Khalifah Al-Makmun dikarenakan beliau menganut dan mendukung akan adanya aliran Muktazilah.Kaum Muktazilah terpecah menjadi beberapa sekte karena setiap sekte menggunakan akalnya masing-masing. Di antara sekte-sekte yang terbesar dari kaum Muktazilah, yaitu
a) Aliran Washiliyah, yakni aliran Washil bin Atha’
b) Aliran Huzailiyah, yakni aliran Huzel al-‘Allaf
c) Aliran Nazamiyah, yakni aliran Sayyar bin Nazham
d) Aliran Haithiyah, yakni aliran Ahmad bin Haith
e) Aliran Basyariyah, yakni aliran Basyar bin Mu’tamar
f) Aliran Ma’mariyah, yakni aliran Ma’mar bin Ubaid as Salami
g) Aliran Mizdariyah, yakni aliran Abu Musa al-Mizdar
h) Aliran Samaniyah, yakni aliran Thamamah bin ar-Rasy
i) Aliran Hisyamiyah, yakni aliran Hisyam bin Umar al-Fathi
j) Aliran Jahizhiyah, yakni aliran Utsman al-Jahizh
k) Aliran Khayathiyah, yakni aliran Abu Hasan al-Khayath
l) Aliran Jubaiyah, yakni aliran Abu Ali al-Jubai

2) Kemunduran Kaum Muktazilah
Pemikiran rasional dan sikap kekerasan Muktazilah ini memicu lahirnya aliran-aliran teologi lain dalam Islam. Muktazilah semakin kehilangan simpati umat di satu pihak. Keadaan semakin parah ketika khalifah al-Mutawakkil pengganti khalifah al-Watsiq membatalkan Muktazilah sebagai paham negara pada tahun 848 M. Setelah meninggalnya Tughril Bek, Muktazilah kembali menurun dan berangsur-angsur menghilang sampai tujuh abad lamanya. Baru awal abad kesembilan belas muncul kembali, namun bukan sebagai aliran atau kelompok, tetapi cenderung sebagai cara pandang atau wawasan dalam memahami agama.

4. Khawarij

a. Latar Belakang Munculnya Aliran Khawarij
Secara etimologi kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, mucul, timbul atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat Islam.

Adapun khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/657 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.

Madzhab Khawarij baru muncul bersamaan dengan madzhab Syiah. Masing-masing muncul sebagai madzhab pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibn Abi Thalib.

Madzhab Khawarij untuk pertama kali muncul di kalangan tentara Ali ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan pasukan Mu’awiyah. Ketika merasa terdesak oleh pasukan Ali, Mu’awiyah merencanakan untuk mundur, tetapi kemudian terbantu dengan munculnya pemikiran untuk melakukan tahkim. Tentara Mu’awiyah mengacung-acungkan al-Qur’an agar mereka ber-tahkim dengan al-Qur’an. Namun, Ali tetap melanjutkan peperangan sampai ada yang kalah dan menang, maka keluarlah sekelompok orang dari pasukan Ali yang menuntut agar ia menerima usulan tahkim.

Dengan terpaksa Ali menerima usulan itu. Kedua belah pihak sepakat untuk mengangkat seorang hakam dari masing-masing. Mu’awiyah memilih Amr Ibn Al-Ash. Sementara itu, Ali pada mulanya hendak mengangkat Abdullah ibn Abbas, tetapi atas desakan pasukannya yang keluar itu, akhirnya mengangkat Abu Musa Al-ASy’ari. Upaya tahkim akhirnya berakhir dengan suatu keputusan, yaitu menurunkan Ali dari jabatan Khalifah dan mengukuhkan Mu’awiyah menjadi penggantinya. Hasil tahkim ini lebih menguntungkan para pendukung pemberontak yang dipimpin Mu’awiyah.

Anehnya, kelompok yang semula memaksa Ali untuk menerima tahkim dan menunjuk orang yang menjadi hakim atas pilihan mereka itu, belakangan memandang perbuatan tahkim sebagai kejahatan besar. Kemudian mereka menuntut Ali agar bertaubat karena dipandang telah berbuat dosa besar. Menurut mereka, Ali yang menyetujui untuk bertahkim berarti telah menjadi kafir, sebagaimana mereka juga telah menjadi kafir, tetapi kemudian bertaubat. Pandangan kelompok ini kemudian diikuti oleh orang-orang Arab pegunungan. Semboyan mereka yang terkenal adalah ,”tidak ada hukum kecuali hukum Allah”. Mereka kemudian memerangi Ali, setelah terlebih dahulu berdialog dengan Ali, kemudian mengukuhkan pendapatnya.

b. Prinsip Aliran Khawarij
Prinsip-prinsip yang disepakati aliran-aliran Khawarij, yaitu:
1) Pertama, dan ini yang paling tegas, adalah pengangkatan khalifah akan sah hanya jika berdasarkan pemilihan yang benar-benar bebas dan dilakukan oleh semua umat Islam tanpa diskriminasi.
2) Kedua, jabatan Khalifah bukan hak khusus keluarga Arab tertentu, bukan monopoli suku Quraisy sebagaimana dianut golongan lain, bukan pula khusus untuk orang Arab dengan menafikan bangsa lain, melainkan semua bangsa mempunyai hak yang sama. Khawarij bahkan mengutamakan non-Quraisy untuk memegang jabatan Khalifah.
3) Ketiga, yang berasal dari aliran Najdah, pengangkatan Khalifah tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalah-masalah mereka.jika masyarakat berpendapat bahwa masalah mereka tidak dapat diselesaikan dengan tuntas tanpa seorang imam (khalifah) yang dapat membimbing masyarakat ke jalan yang benar, maka ia boleh di angkat.
4) Keempat, orang yang berdosa adalah kafir.

c. Ide-Ide Pemikiran Aliran Khawarij
1) Menganggap kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka, terutama yang terlibat dalam Perang Shiffin.
2)  Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti berzina dan pembunuh adalah kafir dan selamanya masuk neraka.
3)  Hak khilafah tidak harus dari kerabat nabi atau suku Quraisy khususnya, dan orang Arab umumnya.
4) Orang musyrik adalah yang melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka, atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama mereka.
5) Mereka menganggap bahwa hanya daerahnya yang disebut dar al-Islam, dan daerah orang yang melawan mereka adalah dar al-harb.
6) Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan rasul-Nya. Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
7) Melakukan taqiyyah (menyembunyikan keyakinan demi keselamatan diri), baik secara lisan maupun perbuatan adalah dibolehkan bila keselamatan diri mereka terancam.
8) Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik.
9) Imam dan khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Tanpa imam dan khilafah, kaum muslimin bisa hidup dalam kebenaran dengan cara saling menasihati dalam hal kebenaran.

d. Sekte-Sekte Aliran Khawarij
Muculnya banyak cabang dan sekte Khawarij ini disebabkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah mereka yang beraneka ragam.

Menurut Prof. Taib Thahir Abdul Mu’in, sebenarnya ada dua golongan utama yang terdapat dalam aliran Khawarij, yakni Az-Zariqah dan Al-Ibadiah
1) Sekte Az-Zariqah
Nama ini diambil dari Nafi al-Azraq, pemimpin utamanya yang memiliki pengikut sebanyak dua puluh ribu orang. Dalam pandangan teologisnya, az-Zariqah tidak menggunakan term kafir, tetapi menggunakan term musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik adalah semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan orang Islam yang tidak ikut hijrah ke dalam lingkungannya dihukumi musyrik.
2) Sekte al-Ibadiah
Golongan ini adalah yang paling moderat dari seluruh sekte Khawarij. Nama golongan ini diambil dari Abdullah bin Ibad yang pada tahun 686 M memisahkan diri dari golongan az-Zariqah.
Orang yang tidak sepaham dengan mereka, bukanlah mukmin dan musyrik, melainkan kafir. Orang Islam yang demikian boleh mengadakan hubungan pernikahan dan hukum waris. Syahadat mereka diterima dan membunuh mereka yang tidak sepham dihukumi haram.

5. Jabariyah

a. Latar Belakang Munculnya Aliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari “Jabara” yang mengandung arti memaksa. Menurut Asy-Syahrastani, Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah swt. Dengan kata lain manusia melakukan perbuatannya dengan keadaan terpaksa.

Paham Jabariyah lahir di Khurasan, Iran pada paruh pertama abad ke 2 H atau ke 8 M yang dipelopori oleh Ja’ad bin Dirham.

Mengenai kemunculan faham al-jabar ini, para ahli pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa arab. Di mana ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.

Lebih lanjut, Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian, masyarakat Arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginannya sendiri. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka banyak bergantung pada kehendak alam.

b. Ciri-Ciri Aliran Jabariyah
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1) Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya
2) Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi
3) Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4) Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan
5) Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya
6) Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata
7) Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga
8) Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah

c. Sekte-Sekte Aliran Jabariyah

1) Ekstrem
Jabariyah ekstrem berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, melainkan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.

Diantara pemuka Jabariyah yang ekstrem adalah :
a) Jahm bin Sufyan
Nama lengkapnya Abu Mahrus Jahm bin Sufyan. Ia berasal dari Khurasan dan bertempat tinggal di Kuffah.
Pendapat jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut ini:
- Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
- Syurga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain tuhan.
- Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini pendapatnya sama dengan aliran kaum Murji’ah.
- Kalam tuhan adalah mahluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat.

b) Ja’ad bin Dirham
Ja’ad adalah seorang maulana Bani Hakim yang tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di dalam lingkungan orang Nasrani yang sering membicarakan teologi. Setelah pemikirannya yang kontroversial, Ja’ad dilarang mengajar di lingkungan pemerintahan Bani Umayyah.

Dokrin pokok Ja’ad secara umum sama dengan fikiran jahm Al-Ghuraby yang menjelaskan sebagai berikut :
- Al-Quran itu adalah mahluk, oleh karena itu dia baru. Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatka kepada Allah.
- Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
- Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

2) Moderat
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun yang baik. Tetapi manusia mempunyai bagian dalamnya. Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut.

a) An-Najjar
An-najar, nama lengkapnya adalah husain bin muhammad an-najar, para pengiktnya disebut An-Najariyyah atau Al-Husainiyah. Diantara pendapat-pendapatnya adalah sebagai berikut.
- Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambi l bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ry.
- Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat, akan tetapi ia menyatakan bahwa tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan.

b) Adh-Dhihar
Nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan husein an-najjar, bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang, manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.

Di antara pendapat-pendapatnya sebagai berikut.
- Suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
- Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.

6. Musyabihah

Faham Musyabbihah adalah faham yang menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya dan mungkin karena mereka semua adalah manusia, maka penyamaan yang mereka pakai adalah menyamakan Tuhan dengan manusia. Mereka memahami dan menyakini bahwa  Allah mempunyai kaki, tangan, muka bertubuh seperti manusia.

Nama lain dari faham Musyabbihah adalah faham Mujassimah yang berarti faham yang menubuhkan karena mereka menubuhkan Tuhan seperti Tuhan mempunyai kulit, daging, tulang dan urat. Tuhan itu, menurut faham Mujasimmah ini mempunyai ke1amin. Ke1amin Tuhan menurut mereka adalah laki – laki.

Selain itu ada juga yang menamakan faham ini dengan faham Hasyawiyah yang berarti percakapan omong kosong, percakapan yang sudah diluar batas, percakapan yang hina dina, sehingga kaum Musyabbihah ini dinyatakan dengan kaum Omong Kosong yang percakapan mereke dinilai hina dan menghinakan  karena sudah terlalu jauh melampaui batas kewenangan manusia sebagai makhluk.

Firqah Musyabihah adalah firqah dengan pemahaman yang menyerupakan Allah dengan makhluk :
• Bersifat Benda
• Punya organ tubuh (mujassimah)
• Mengambil tempat tertentu
• Terikat dengan arah tertentu
• Melakukan gerakan transposition : turun, datang

Pemahaman kaum Musyabihah atau Mujassimah
a. Tuhan bermuka dan bertangan
Berdalil pada Q.S. Ar-Rahman : 27 dan Q.S. Al-Fath : 10
“Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” ( Q.S. Ar-Rahman : 27)
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar.” (Q.S. Al-Fath : 10)
b. Tuhan itu duduk bersela di atas ‘Arsy dan Tuhan itu berada di atas langit atau Tuhan itu berada di langit yang bisa ditunjuk dengan jari
Berdalil pada Q.S. Taha : 5 dan Q.S. Al-Mulk : 16
“ (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy.” (Q.S. Taha : 5)
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?” (Q.S. Al-Mulk : 16)
Imam – imam dan guru besar dari faham kaum Musyabbihah atau Mujassimah dan atau kaum Hasyawiyah ini yang terkenal adalah :
a. Abu Abdullah Bin Hamid Bin ‘Ali al Bagdadi al Warraq ( meninggal tahun 403 Hijriyah ) yang terkenal dengan bukunya yang berjudul “Syarah Usuluddin” yang banyak menguraikan tentang keserupaan Tuhan dengan manusia.
b. Qadhi Abu Ja’la Muhammad Bin Husein Bin Khalaf Bin Farra’ (meninggal tahun 458 Hijriyah ) yang banyak mengarang buku tentang Usululddin yang banyak cacat fahamnya sehingga dikatan bahwa, Aib yang dibuat Abu Ja’la ini tidak dapat dibersihkan dengan sebanyak air laut sekali pun.
c. Muhammad Bin Kiram ( meninggal tahun 256 Hijriyah ), Hisyam al-Jawaliqi, Yunus Bin Abdirrahman, ‘Ali Bin Manshur adalah para imam yang menyatakan bahwa Tuhan itu berada di atas langit dan boleh ditunjuk dengan telunjuk ke atas.
d. Mu’az al Anbari yang menfatwakan bahwa Tuhan itu laki – laki.
e. Daud al Jawaribi yang memfatwakan bahwa Tuhan itu mempunyai anggota tubuh sama dengan anggota tubuh manusia.

7. Ahlus Sunnah

Yang dimaksud “As-Sunnah” menurut para Imam yaitu : “Thariqah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat berada di atasnya. Yang selamat dari syubhat dan syahwat”, oleh karena itu Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan : “Ahlus Sunnah itu orang yang mengetahui apa yang masuk ke dalam perutnya dari yang halal”.

Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu ‘anhum.

Kata “Ahlus-Sunnah” mempunyai dua makna :
• Mengikuti sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu ‘anhum, menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam.
• Lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama dimana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan itu i’tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma’.

Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlus Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam dan para shahabat radhiyallahu ‘anhum. Adapun penamaan Ahlus Sunnah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.
Istilah Ahlus Sunnah terkenal di kalangan Ulama Mutaqaddimin dengan istilah yang berlawanan dengan istilah Ahlul Ahwa’ wal Bida’ dari kelompok Rafidlah, Jahmiyah, Khawarij, Murji’ah dan lain-lain. Sedangkan Ahlus Sunnah tetap berpegang pada ushul yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shahabat radhiyallahu ‘anhum.

Sumber:
- LKS Cahaya Surya Kelas XII (Al-Quran, Tarikh, Kemuhammadiyahan)
Sejarah Kemunculan Beberapa Firqoh Pemikiran Dalam Islam, oleh Muh Akbar Ilyas, http://blog.umy.ac.id/
- Islam dan Firqoh-Firqohnya, Oleh Tegar Imanto dkk, Universitas Muhammadiyah Purwoketo, 2015

Posting Komentar untuk "Perkembangan Alam Pikiran Islam"

close