Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MANHAJ IJTIHAD HUKUM

BAB III MANHAJ IJTIHAD HUKUM

A.  Pengertian Umum

 Untuk menyamakan persepsi tentang beberapa istilah teknis yang digunakan dalam Manhaj Tarjih ini, perlu dijelaskan pengertian-pengertian umum tentang istilahistilah sebagai berikut:

Ijtihaad : Mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan ajaran Islam baik bidang hukum, aqidah, filsafat, tasawwuf, maupun disiplin ilmu lainnya berdasarkan wahyu dengan pendekatan tertentu.

Maqooshid asy-Syarii‘ah :  Tujuan ditetapkan hukum dalam Islam, adalah untuk memelihara kemaslahatan manusia, sekaligus untuk menghindari mafsadah , yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Tujuan tersebut dicapai melalui penetapan hukum yang pelaksanaannya tergantung pada pemahaman sumber hukum (al-Qur’an dan as-Sunnah). 

Ittibaa‘ : Mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasinya. Ittiba‘ merupakan sikap minimal harus dapat dilakukan oleh warga persyarikatan. 

Taqliid : Mengikuti pemikiran ulama tanpa mengetahui dalil dan argumentasinya. Taqlid merupakan sikap yang tidak dibenarkan diikuti bagi warga persyarikatan baik ulamanya maupun warga secara keseluruhan. 

Talfiiq : Menggabungkan beberapa pendapat dalam satu perbuatan syar‘i . Talfiq terjadi dalam konteks taqlid dan ittiba‘ . Muhammadiyah membenarkan talfiq sepanjang telah dikaji lewat proses tarjih . 

Tarjiih : Secara teknis tarjih adalah proses analisis untuk menetapkan hukum dengan menetapkan dalil yang lebih kuat ( raajih ), lebih tepat analogi dan lebih kuat mashlahat nya. Sedangkan secara institusional Majelis Tarjih adalah lembaga ijtihad jama‘i (organisatoris) di lingkungan Muhammadiyah yang anggota terdiri dari orang-orang yang memiliki kompetensi ushuliyyah dan ilmiah dalam bidangnya masing-masing. 

As-Sunnah al-Maqbuulah : Perkataan , perbuatan dan ketetapan dari Nabi saw, yang menurut hasil analisis memenuhi kriteria shahih dan hasan.

Ta‘abbudii : Perbuatan-perbuatan ‘ubuudiyyah yang harus dilakukan oleh mukallaf sebagai wujud penghambaan kepada Allah tanpa boleh ada penambahan atau pengurangan. Perbuatan ta‘abbudii tidak dibenarkan dianalisis secara rasional. 

Ta‘aqquli : Perbuatan-perbuatan ‘ u b u d i y y a h m u k a ll a f yang bersifat ta‘aqquli , berkembang, dan dinamis. Perbuatan ta‘aqquli dapat dianalisis secara rasional. 

Sumber Hukum: Sumber hukum bagi Muhammadiyah adalah al-Qur’an dan asSunnah al-Maqbuulah. 

Qath‘iyyul-wuruud : Nash yang memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya karena proses penyampaiannya meyakinkan dan tidak mungkin ada keterputusan atau kebohongan dari para penyampainya. 

Qath‘iyyud-dalaalah : Nash yang memiliki makna pasti karena dikemukakan dalam bentuk lafazh bermakna tunggal dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna lain. 

Zhanniyyul-wuruud : Nash yang tidak memiliki kepastian dalam aspek penerimaannya, karena proses penyampaiannya kurang meyakinkan dan karena ada kemungkinan keterputusan, kedustaan atau kelupaan di antara para penyampainya. 

Zhanniyyud-dalaalah : Nash yang memiliki makna tidak pasti, karena dikemukakan dalam bentuk lafazh bermakna ganda, dan dapat ditafsirkan dengan makna lain. 

Tajdid : Pembaharuan yang memiliki dua makna, yakni pemurnian (tajdid salafi) dan pengembangan (tajdiid tathwiirii

Pemikiran : Hasil rumusan dengan cara mencurahkan segenap kemampuan berfikir terhadap suatu masalah berdasarkan wahyu dengan metode ilmiah, meliputi bidang teknologi, filsafat, tasawwuf, hukum, dan disiplin ilmu lainnya.

B. Sumber Hukum dan Kedudukan Ijtihad


a. Dasar mutlak dalam penetapan hukum Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadits asy-Syarif. 

b. Bilamana perlu dalam menghadapi soal- s o a l y a n g t e l a h t r j a d i d a n d i h a j a t k a n untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ibadah mahdah pada hal untuk alasannya tidak terdapat nash yang sharih di dalam alQur’an atau Sunnah shahihah, maka jalan untuk mengetahui hukumnya adalah melalui ijtihad dan istinbat dari nash-nash yang ada berdasarkan persamaan ‘illat sebagai mana telah dilakukan oleh ulama salaf dan khalaf. [Huruf B diambil dari HPT, h. 278]. 

C.  Pengertian, Posisi, Fungsi dan Ruang Lingkup Ijtihad

Ijtihad hukum adalah mencurahkan segenap kemampuan berfikir dalam menggali dan merumuskan hukum syar‘ii yang bersifat zhannii dengan menggunakan metode tertentu yang dilakukan oleh yang berkompeten baik secara metodologis maupun permasalahan.

 Posisi ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan sebagai metode penetapan hukum, sedangkan fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk merumuskan ketetapan-ketetapan hukum yang belum terumuskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ruang lingkup ijtihad meliputi:  1. Masalah-masalah yang terdapat dalam dalil-dalil zhanni. 2. Masalah-masalah yang secara eksplisit tidak terdapat dalam al-Qur’an dan asSunnah.

E.  Metode, Pendekatan, dan Teknik

1. Metode 
a. Bayani (semantik) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan kebahasaan. 
b. Ta‘lili (rasionalistik) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan penalaran. 
c. Istishlahi (filosofis) yaitu metode penetapan hukum yang menggunakan pendekatan kemaslahatan. 

2. Pendekatan 
Pendekatan yang digunakan dalam penetapan hukum-hukum ijtihadiyah adalah:
a. At-tafsiir al-ijtima‘ii al-mu‘aashir (hermeunetik) 
b. At-aariikhii (historis) 
c. As-susiuluji (sosiologis) 
d. Al-antrubuluji (antropologis) 

3. Teknik Teknik yang digunakan dalam menetapkan hukum adalah: 
a. Ijma‘ 
b. Qiyas 
c. Mashalih Mursalah 
d. ‘Urf

F.  Ta‘aarudl al-Adillah

1. Ta‘aarudl al-adillah adalah pertentangan beberapa dalil yang masing-masing menunjukkan ketentuan hukum yang berbeda. 
2. Jika terjadi ta‘arrudl diselesaikan dengan urutan cara-cara sebagai berikut:
a. Al-jam‘u wa at-taufiiq , yakni sikap menerima semua dalil yang walaupun zhahirnya ta‘aarudl . Sedangkan pada dataran pelaksanaan diberi kebebasan untuk memilihnya ( takhyiir ).
b. At-tarjiih , yakni memilih dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan meninggalkan dalil yang lemah.
c. An-naskh , yakni mengamalkan dalil yang munculnya lebih akhir.
d. At-tawaqquf , yakni menghentikan penelitian terhadap dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil baru.

G.  Metode Tarjih terhadap Nash

Pentarjihan terhadap nash dilihat dari beberapa segi. 

1. Segi Sanad 
a. Kualitas maupun kuantitas rawi 
b. Bentuk dan sifat periwayatan 

2. Segi Matan 
a. Matan yang menggunakan sighat nahyu lebih rajih dari sighat amr 
b. Matan yang menggunakan sighat khass lebih rajih dari sighat ‘am 

3. Segi Materi Hukum 

4. Segi Eksternal

H. Beberapa Kaidah Mengenai Hadis

1. Hadis maukuf murni tidak dapat dijadikan hujjah. 
2. Hadis maukuf yang termasuk ke dalam kategori marfuu‘
dapat dijadikan hujjah.
3. Hadis maukuf termasuk kategori marfuu‘ apabila terdapat karinah yang daripadanya dapat difahami kemarfuu'annya kepada Rasulullah saw, seperti pernyataan Ummu ‘Athiyyah: “Kita diperintahkan supaya mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haid pada Hari Raya” dan seterusnya bunyi hadis itu, dan sebagainya. 
4. Hadis mursal Tabi‘ii murni tidak dapat dijadikan hujjah. 
5. Hadis mursal Tabi‘ii dapat dijadikan hujjah apabila besertanya terdapat karinah yang menunjukkan kebersambungannya.
6. Hadis mursal Shahabi dapat dijadikan hujjah apabila padanya terdapat karinah yang menunjukkan kebersambungannya. ̀
7. Hadis-hadis dha‘if yang satu sama lain saling menguatkan tidak dapat dijadikan hujjah kecuali apabila banyak jalannya dan padanya terdapat karinah yang menunjukkan keotentikan asalnya serta tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis shahih.  
8. Jarah (cela) didahulukan atas ta‘dil setelah adanya keterangan yang jelas dan sah secara syara‘.
9. Riwayat orang yang terkenal suka melakukan tadlis dapat diterima apabila ia menegaskan bahwa apa yang ia riwayatkan itu bersambung dan tadlisnya tidak sampai merusak keadilannya.
10. Penafsiran Shahabat terhadap lafal (pernyataan) musytarak dengan salah satu maknanya wajib diterima. 
11. Penafsiran Shahabat terhadap lafal (pernyataan) zahir dengan makna lain, maka yang diamalkan adalah makna zahir tersebut. [ Penyesuaian penempatan: Huruf H diambil dari HPT, h. 300-301(MTPPI)].



Posting Komentar untuk "MANHAJ IJTIHAD HUKUM"

close