Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bab I. Sumber Hukum Islam (Fikih Kelas X)

Sumber Hukum Islam (Fikih Kelas X)

Dalam penetapan hukum dalam Islam harus dilandasi dengan pijakan atau alasan yang disebut dengan sumber hukum. Sumber hukum yang dimaksud yaitu Al-Quran dan Al-Hadits (As-Sunnah). Namun adakalanya timbul permasalahan-permasalahan baru yang timbul akibat berkembangnya jaman, oleh karena itu dibutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan pijakan untuk menetapkan hukum perkara baru tersebut. Dengan didasari oleh "semangat" Al-Quran dan Al-Hadits, para ulama berijtihad dan menyusun sistematika istinbat hukum.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. An Nisa: 59)
A. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Pertama dan Utama

Al-Quran sebagai sumber yang baik dan sempurna, memiliki sifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis maksudnya adalah bahwa al-Quran dapat berlaku di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja, karena al-Quran diturunkan tidak hanya untuk umat tertentu dan tidak hanya berlaku pada satu zaman. Benar artinya al-Quran mengandung kebenaran yang dibuktikan dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya. Mutlak artinya al-Quran tidak diragukan lagi kebenarannya serta tidak akan terbantahkan. Bahkan kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini muncul semakin membuktikan tentang kebenaran al-Quran.

1. Pengertian Al-Qur’an

Secara bahasa Al-Quran  artinya bacaan. Sedangkan menurut istilah Al-Quran adalah Kalam (firman) Allah ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam lewat perantara malaikat Jibril, diriwayatkan secara mutawatir, dan bagi yang membacanya termasuk ibadah.

ayat

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan berangsur-angsur.” (Al-Insan:23)

ayat

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)

Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya:

ayat

“Sesungguhnya Kami-lah yang menunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benr-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)

Isi dan kandungan al-Quran meliputi lima hal, yaitu:
a. Tauhid (pengesaan Allah 'Azza wa jalla)
b. Ibadah (aktivitas yang menghidupkan tauhid)
c. Janji dan ancaman
d. Jalan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
e. Kisah dan cerita (kisah-kisah orang shalih dan orang-orang yang ingkar/membangkang)

2. Kedudukan dan Fungsi Al Qur’an

Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, baik yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah Subhanahu wa ta'ala (hablum minallah), hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas), dan hubungan manusia dengan alam.  

Adapun fungsi al-Quran adalah sebagai petunjuk atau pedoman kehidupan bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

ayat

"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat." (QS. An Nisa : 105)

B. Pengertian dan kedudukan Al Hadits 

1. Pengertian Al Hadits
Secara bahasa (etimologi) hadits berasal dari bahasa Arab yang artinya baru (jadid), dekat (Qorib), dan berita (khobar). 

Secara istilah (terminologi) hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam baik berupa ucapan (qauliyah), perbuatan (Fi’liyah), maupun ketetapan (taqririyah) Nabi.

Jadi segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik itu ucapan, perbuatan, maupun ketetapannya dianamakan sebagai hadits atau dalam istilah lain disebut Sunnah/As-Sunnah.

2. Macam-macam Hadits

Dilihat dari segi banyak atau sedikitnya jumlah perawi (orang yang meriwayatkan hadits), Hadits terbagi menjadi dua, yaitu Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.

a. Hadits Mutawatir

Secara bahasa muatawir (المتواتر) adalah isim fa’il yang diturunkan dari kata (التواتر) yakni (التتابع) yang artinya berturut-turut.

Secara istilah hadits Mutawatir adalah hadits yang periwayatnya (perawinya) banyak yang menurut kebiasaan mustahil bagi mereka untuk sepakat berbohong. 

Banyaknya periwayat hadits mutawatir ada dalam setiap tingkatan (thabaqat) sanad. Dengan banyaknya orang yang menerima hadits tersebut maka mustahil bagi para perawi itu bersepakat untuk berbohong bersama-sama.

Syarat-sayarat Hadits Mutawatir:

1. Yang meriwayatkan (perawinya) jumlahnya banyak. Para ulama’ berbeda pendapat menjadi beberapa pendapat dalam menentukan jumlah paling sedikit yang disebut dengan ‘banyak’ ini. Pendapat yang terpilih adalah jumlah orang yang meriwayatkannya paling sedikit sepuluh orang.
2. Perawi dengan jumlah yang banyak tersebut ada pada setiap tingkatan sanad.
3. Mustahil menurut kebiasaan, mereka bersepakat untuk dusta.
4. Sandaran khabar mereka adalah panca indera seperti perkataan mereka, “kami mendengar”, “kami melihat”, “kami menyentuh”, atau selainnya. Adapun apabila sandaran khabar mereka adalah aqal, seperti misalnya pendapat tentang barunya alam semesta, maka khabar yang demikian itu tidak disebut dengan khabar yang mutawatir.

b. Hadits Ahad

Secara bahasa Ahad (الآحاد) adalah jama’ dari (أحد) maknanya adalah satu yaitu hadit yang diriwayatkan oleh satu orang perawi.

Secara istilah hadits Ahad adalah Hadits yang tidak terkumpul padanya syarat-syarat hadits mutawatir.

Hadits Ahad dapat menghasilkan ilmu nadhari, yaitu ilmu yang diperoleh setelah melakukan pengamatan dan pendalilan.

Jenis-jenis Hadits Ahad Berdasarkan jumlah jalur periwayatannya

Berdasarkan jumlah jalur periwayatannya Hadits Ahad terbagi menjadi tiga jenis:

1. Masyhur (المشهور).

2. Aziz (العزيز).

3. Gharib (الغريب).

Dilihat dari segi mutu periwayatannya hadits terbagi menjadi Hadits Shahih, Hadits hasan, dan Hadits Dha'if.

Hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya melalui penukilan perawi yang adil dan dhabit dari awal hingga akhir sanad, tanpa adanya syadz dan ‘illat (cacat).

Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya dengan penukilan perawi yang adil yang kurang sempurna hafalannya, dari awal hingga akhirnya, yang tidak ada padanya syadz dan juga ‘illat.

Hadits Dha'if adalah hadits yang tidak terdapat padanya syarat-syarat hadits  hasan.

3. Kedudukan dan Fungsi Al Hadits



"dan apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS. Al Hasyr : 7)

Aku meninggalkan dua perkara untukmu sekalian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang kepada keduanya yaitu Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasulallah Shallallahu 'alaihi wa sallam (HR. Imam Malik )

Adapun fungsi Hadits  terhadap Al Qur’an adalah :

a. Memperkuat  hukum-hukum yang ditentukan oleh Al Qur’an sehingga kedua-duanya (Al Qur’an dan Al Hadits ) menjadi sumber hukum
Contoh, Allah SWT dalam Al Qur’an menjelaskan untuk menjauhi perkataan dusta
Kemudian  Al Hadits menguatkan atas tersebut sebagai berikut :

Artinya: Maukah aku menjelaskan untuk kalian tentang dosa-dosa yang paling besar? Para sahabat menjawab: "Baik yaa Rosulallah". Beliau meneruskan perkataannya, syrik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, seraya bangkit dari sandarannya seraya meneruskan perkataannya, awas jauhilah perkataan dusta!

b. Menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat umum  misalnya ayat tentang haramnya bangkai yang Allah jelaskan dalam Qur’an surat Al Maidah ayat 3
                        
Artinya :  Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,  daging babi,                  (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.

Kemudian dalam sebuah Hdits Rasulallah menjelaskan:

Artinya:  Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, sedangkan dua macam darah adalah, hati dan limpa ( ibnu majah dan hakim )

c. Menetapkan hukum baru atau aturan-aturan yang tidak terdapat dalam Al Qur’an
Hukum yang merupakan produk hadits/sunnah yang tidak ditunjukan oleh al-Qur’an antara lain mencuci bejana yang dijilat anjing dengan mencucinya sebanyak tujuh kali salah satunya dengan tanah.

C. Pengertian,Kedudukan,dan Fungsi Ijtihad

1. Pengertian Ijtihad

Secara bahasa (etimologi) kata ijtihad berasal dari bahasa Arab  yang kata kerjanya “jahada” kemudian masuk wazan "ifta'ala" menjadi ijtahad-yajtahidu-ijtihaadan, yang artinya berusaha dengan sungguh-sungguh atau mengerhakan segala kemampuan.
      
Secara syari’ (terminology) adalah mengerahkan upaya serius untuk melakukana pengambilan hukum syariah dari dalil-dalil syariah. Atau upaya yang sungguh-sungguh untuk mengusahakan produk hukum syariah baik yang aqliyah atau naqliyah berdasarkan sumber-sumber yang sudah tetap seperti Al Quran, hadits, ijmak, qiyas dan lain-lain.

2. Macam-macam Ijtihad

Yusuf Al-Qardhawi membagi ijtihad menjadi dua, yaitu ijtihad intiqai/tarjihi dan ijtihad insyai.

a. Ijtihad Intiqai/Tarjihi
Merupakan ijtihad yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok untuk memilih pendapat ahli fikih terdahulu dalam masalah tertentu, dengan menyeleksi pendapat mana yang lebih kuat dalilnya dan lebih relevan untuk kondisi terkini.

b. Ijtihad Insyai (Ijtihad Kreatif)
Ijtihad ini diakukan dengan cara mengambil konklusi (kesimpulan) hukum baru dalam suatu permasalahan yang belum pernah dikemukakan oleh ulama fikih terdahulu. Pendapat baru yang dimaksud pun sama sekali berbedda dengan pendapat yang dahulu, sebab telah diupayakan berbagai pemahaman dan penelitian baru secara menyeluruh yang melibatkan berbagai ahli (ilmu pengetahuan) yang terkait. Ali Hasballah menyebut ijtihad jenis ini sebagai ijtihad kolektif (jama'i)

Sayikh Wahbah Az-Zuhaili menambahkan perlunya penghayatan mendalam terhadap maqashid asy-syar'iah (tujuan syariat dalam menetapkan hukum) diakalangan orang-orang yang terlibat dalam ijtihad insyai. Tanpa penghayatan ini, hasil ijtihad akan melenceng dan tidak sesuai dengan tujuan syariat itu sendiri.

3. Kedudukan dan fungsi ijtihad

Ijtihad menempati kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan   Hadits. Dalilnya adalah:

a. QS An-Nahl 16:43 dan Al-Anbiya' 21:7
Artinya: :  maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan  jika kamu  tidak mengetahui
b.  Hadits muttafaq alaih (Bukhari Muslim) dan Ahmad
Artinya: Apabila seorang hakim membuat keputusan apabila dia berijtihad dan benar maka dia mendapat dua pahala apabila salah maka ia mendapat satu pahala.
c. Hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi  tentang dialog antara nabi Muhammad SAW dengan Muadz bin Jabbal ketika akan diutus jad gubernut di Yaman.

Adapun fungsi ijtihad ialah untuk menetapkan hukum sesuatu,yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam Al-Qur’an dan Hadis.

D. Perilaku orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam

Setiap orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam dalam kehidupannya sehari-hari  tentu dia akan menampilkan perilaku yang terpuji yang diridhoi Nya  dan menjauhkan diri dari perilaku yang dimurkai Nya. Sikap perilaku yang dimaksud misalnya :
1. Mengimani Al Qur’an dan Al_Hadits
2. Menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi pedoman dalam beribadah dan Pedoman dalam Kehidupan lainnya .
3. Berusaha untuk selalu berfikir Kritis

E. Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang Teguh kepada Hukum Islam 

1. Terhindar dari kesesatan
2. Menjadi Muslim yang Kaffah
3. Terhindar dari Taqlid
4. Menghargai Perbedaan

====***=======***=====***====== 
====***=======***=====***====== 

Penjelasan Point:

D. Perilaku orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam
E. Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang Teguh kepada Hukum Islam 

Perilaku orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam:

1. Mengimani Al Qur’an dan Al_Hadits
Sudah terang bahwa Al-Qur’an al-Karim dan hadis Rasulullah SAW merupakan sumber ajaran Islam sekaligus pedoman hidup setiap muslim yang mesti diperpegangi. Di dalam khazanah keislaman, al-Qur’an lazim disebut sebagai sumber utama (pertama) dan hadis sebagai sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang membacanya merupakan suatu ibadah (Manna’ Khalil al-Qaththan, 1994:18). Sedangkan hadis atau biasa juga disebut sunnah adalah segala perkataan, perbuatan dan hal ihwal yang berhubungan dengan nabi Muhammad SAW (Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, 1989:108). Dalam kapasitasnya sebagai pedoman hidup umat Islam, antara al-Qur’an dan hadis tidak dapat dipisahkan karena al-Qur’an sebagai sumber utama dijelaskan oleh hadis, sehingga hadis disebut sebagai bayan terhadap al-Qur’an surat al-Nahl ayat 44.
Merujuk pada uraian di atas, maka sebagai pedoman hidup, al-Qur’an dan hadis mesti dijadikan imam atau ikutan dalam kehidupan sehari-hari yang mana kedua-dua sumber tersebut dipatuhi, diacu dan di laksanakan perintah-perintahnya serta dihentikan larangan-larangannya.

Berimam kepada al-Qur’an artinya mengikuti ajaran yang terkandung di dalamnya, menjadikannya panutan dan acuan serta referensi dalam berucap, berbuat dan lainnya. Perintah berimam kepada al-Qur’an dan mengikutinya merupakan konsekwensi logis dari rukun iman yang ke tiga yaitu iman kepada kitab. Di samping konsekwensi dari iman, berimam kepada al-Qur’an juga merupakan khitab (perintah) dari Allah SWT, karena al-Qur’an diturunkan untuk menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat Manusia (Q.S. al-Baqarah: 185).Perintah berimam atau mengikuti al-Qur’an, antara lain dapat ditemukan teksnya melalui firman Allah SWT yaitu dalam surat al-An’am ayat 155, surat al-A’raf ayat 3 dan surat az-Zumar ayat 55.

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya : Dan Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. (Q.S. al-An’am : 155)

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ

Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya) (Q.S. al-A’raf : 3).

Berimam kepada Hadis Rasulullah SAW artinya menjadikan hadis Rasul sebagai pedoman dan acuan serta referensi dalam berucap, berbuat dan lainnya atau mengikuti ajaran yang terkandung di dalamnya.. Perintah berimam kepada hadis Rasulullah SAW dan mengikutinya merupakan konsekuensi logis dari beriman kepada Rasul. Sebenarnya ada lima kewajiban yang harus dijalankan seorang muslim terhadap Rasulullah SAW, yaitu; mengimani Rasulullah SAW, mentaati semua risalah dan sunnahnya, mencintai dan menjadikannya sebagai figur, senantiasa bershalawat kepadanya dan mencintai keluarga Rasulullah SAW.

Di dalam al-Qur’an Allah SWT menetapkan barometer seseorang cinta kepada Allah SWT ditandai dengan seberapa cintanya ia kepada Rasul atau hadis-hadisnya. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 31 yang berbunyi :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya : Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Ali Imran : 31)

2. Menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits menjadi pedoman dalam beribadah dan Pedoman dalam Kehidupan lainnya .

Dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT haruslah berpedoman pada ketentuan Allah SWT yang sudah tertera dalam Qur’an, Hadits Nabi Muhammad SAW dan hasil ijthad para ahli /ulama. Ibadah yang tidak berpedoman atau tidak merujuk kepada Al_Qur’an dan Al_hadits maka akan menjadi bid’ah, yang akibatnya ibadah  akan tertolak. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim,

مَنْ اَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya : barang siapa yang mengada adakan sesuatu dalam urusan kami ini (agama) yang tidak ada perintah dari kami, maka pekerjaan itu akan ditolak.”
Al-Qur’an adalah peringatan dan petunjuk Allah kepada umat manusia. Al-Qur’an dijelaskan secara terperinci dan jelas oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam. Dengan mengikuti Al-Qur’an dan as-sunnah, umat manusia akan selamat dari tipudaya setan di dunia dan akhirat. Dengan mengikuti Al-Qur’an dan as-sunnah, semua aspek kehidupan manusia di dunia akan terbimbing dan diberkahi oleh Allah Ta’ala.

Demikian pula nasib manusia di akhirat kelak, sebagai penduduk surga atau penduduk neraka, akan ditentukan dari sikap manusia terhadap Al-Qur’an dan as-sunnah. Siapa beriman dan mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan as-sunnah niscaya akan menjadi penduduk surga. Dan barangsiapa kafir dan membangkang dari Al-Qur’an dan as-sunnah niscaya akan menjadi penduduk neraka. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِآيَاتِنَا أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Kami katakan: “Turunlah kalian semua dari surga! Maka jika datang kepada kalian petunjuk darik-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku niscaya mereka tidak akan merasakan takut dan tidak pula mereka merasakan sedih. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penduduk nereka, kekal mereka di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 38-39)

Allah Ta’ala juga berfirman: 

قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

Allah berfirman: “Turunlah kalian semua dari surga! Sebagian kalian akan menjadi musuh bagi sebagian lainnya. Maka jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaaan buta.” (QS. Thaha [20]: 123-124)

3. Berusaha untuk selalu berfikir Kritis

Berpikir kritis atau adalah sebuah metode berpikir yang tidak menerima suatu data tanpa bukti atau sebab yang jelas. Orang yang berpegang kepada Qur’an dan Hadits  akan selalu berfikit kritis apakah perilakunya sudah sesuai dengan ketentuan Al_Qur’an ? surt apa ? ayat berapa ? dan dalam hadits?  riwayat siapa? Ummat islam dilarang sama sekali untuk bertaqlid yaitu, Mengikuti perkataan orang yang perkataannya bukan hujjah.”Sebagaimana dalam Q.S. Al Isra’ ayat 36. Artinya :. dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.

Hikmah dan Manfaat Perilaku Orang yang Berpegang Teguh kepada Hukum Islam 

1. Terhindar dari kesesatan

Al_Qur’an dan  Al Hadits adalah merupakan sumber hukum Islam,  Orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam berarti berpegang teguh pada Al_ Qur’an dan Al_ Hadits. Berarti orang tersebut akan terhindari kesesatan sebagaimana  dalam Hadits riwayat Imam Malik

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ. (الإمام مالك)

Artinya : Aku tinggalkan dalam kalangan kamu dua perkara yang kamu tidak sekali-kali akan sesat selagi kamu berpegang teguh kepada keduanya, iaitu kitab Allah dan sunnah Rasulullah S.a.w.

2. Menjadi Muslim yang Kaffah

Kaffah secara bahasa artinya keseluruhan. Makna secara bahasa tersebut bisa memberikan gambaran kepada kita mengenai makna dari Muslim yang Kaffah, yakni menjadi muslim yang tidak “setengah-setengah” atau menjadi muslim yang “sungguhan,” bukan “muslim-musliman.” Jadi Muslim yang kaffah adalah seorang Muslim yang mengamalkan ajaran-ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Seorang Muslim belum bisa disebut Muslim yang kaffah jika ia belum menjalankan ajaran Islam di segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, Muslim yang kaffah berarti yang mau diatur hidupnya oleh hukum Islam secara keseluruhan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. Al Maidah ayat 45 yang berbunyi:

وَمَن لَّمۡ يَحۡڪُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ

Artinya : dan sesiapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (Al-Maidah:5:45)

3. Terhindar dari Taqlid

Orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam akan selalu membaca, mempelajari dan mengkaji sumber hukumnya yaitu Al Qur’an dan Al Hadits maka dengan demikian  akan terhindar dari ikut-ikutan tanpa mengetahui dasar atau dalilnya dalam mengamalkan ajaran islam atau yang disebut taqlid. 

4. Menghargai Perbedaan

Perbedaan dalam mengamalkan ajaran Islam atau dalam beribadah kepada Allah salah satunya disebabkan dalam perbedaan memahami Al Qur’an misalnya adalah: Ada sebagian lafaz al-Qur'an yang mengandung lebih dari satu arti (musytarak). Contoh lafaz "quru" dalam QS 2: 228. Dimana quru’ bisa berarti suci bisa juga berarti haidh. Bahkan sebelum ayat tersebut diturunkan, kata Quru' telah dikenal oleh bangsa Arab bahwa ia memiliki dua arti; masa suci dan masa kotor.

Orang yang berpegang teguh kepada hukum Islam (Qur’an dan Hadits) akan memahami kondisi tersebut  sehingga dalam menyikapai perbedaan dalam pemahaman ibadah akan bijaksana .

====***=======***=====***====== 
====***=======***=====***====== 

Sumber: 
- Pendidikan Fikih SMA/SMK Muhammadiyah, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah
- Taisir Musthalah Al-Hadits, Syaikh Mahmud At-Thahan
- Buku PAI dan Budi Pekerti, Kementerian Agama RI, 2014
- LKS Cahaya Surya

Posting Komentar untuk "Bab I. Sumber Hukum Islam (Fikih Kelas X)"

close