Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Al-Quran Hadits Kelas XII Bab IV. Menggapai Cita-cita Dengan Do’a (Al-Quran Hadits Kelas 12 SMA/SMK/MA/MAK Muhammadiyah)

Al-Quran Hadits Kelas XII Bab IV. Menggapai Cita-cita Dengan Do’a (Al-Quran Hadits Kelas 12 SMA/SMK/MA/MAK Muhammadiyah). Pembaca Sekolahmuonline, berikut ini kami posting materi mata pelajaran Al-Quran Hadits kelas XII SMA/SMK/MA/MAK Muhammadiyah bab IV yang membahas tentang Menggapai Cita-cita Dengan Do’a. Silahkan dipelajari, semoga bermanfaat.
Do’a adalah salah satu ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Do’a merupakan kunci untuk membuka semua kebaikan dan penutup untuk segala keburukan. Setiap ujian dan cobaan yang dating silih berganti dari bencana, ketakutan, kemiskinan, dan kelaparan terhadap hikmah dan tujuan yang agung yaitu membawa seseorang hamba untuk dekat dan tunduk kepada Allah dengan memanjatkan do’a. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam QS. Al-A’raf/7: 94 yang artinya: “Kami tidaklah mengutus seorang Nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu) penduduknya mendustakan Nbai itu, melainkan kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dangan merendahkan.”
Manusia dijadikan Allah sebagai makhluk yang lemah, seluruh kemampuan akal dan fisiknya terbatas. Artinya manusia akan membutuhkan perlindungan dan pertolongan kepada Zat Yang Maha Perkasa. Manusia banyak dihadapkan pada keadaan yang diluar batas kemampuannya, seperti bencana gunung meletus, badai, tanah longsor, sunami, dan masih banyak bencana alam lainnya.
Di dalam menghadapi segala hal yang diluar batas kemampuannya, manusia akan cenderung mencari perlindungan dan pertolongan kepada sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan yang maha dahsyat dan tanpa batas. Bagi orang beriman, mereka akan bergegas mendekatkan diri kepada Allah yang mereka yakini sebagai Tuhan dengan kekuatan tanpa batas. Banyak di antara manusia yang tidak menyadari akan kelemahannya, mereka merasa kuat dengan segala apa yang dimilikinya sehingga menjadikannya sombong atau takabbur, dan merasa tidak membutuhkan bantuan serta pertolongan dari siapapun.
Namun segala kesombongan akan segera berubah manakala manusia dihadapkan dengan kekuatan benacan alam yang meluluhlantakkan segalanya. Di antara mereka putus asa akibat dari kesombongannya, namun ada pula yang menyadari dan akhirnya mencari pertolongan pada sesuatu yang dianggap kuat yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam sudut pandang Islam, penghubung antara seorang hamba dengan Allah adalah do’a. Karena kekuatannya dapat menyebabkan berbagai hal yang diluar batas kemampuan manusia. Al-Quran mengajarkan kepada orang beriman untuk meminta perlindungan dan pertolongan kepada Allah dengan berdo’a kepadaNya, karena tidak ada yang dapat menyelamatkan manusia selain Allah. Firmannya dalam QS. Al-Mukmin/40: 60 yang artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina"
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam juga Bersabda: “Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi)
Sebagai pelajar Muhammadiyah selayaknya merenungi dan meresapi bagaimana dahsyatnya pengaruh do’a bagi kehidupan yang tak lepas dari ujian dan kesulitan lewat ayat Al-Quran dan Hadits, sehingga mampu menentukan sikap untuk mengamalkan dan mempraktikkan do’a dalam kehidupan sehari-hari.

Menggapai Cita-cita Dengan Do’a (Al-Quran Hadits Kelas XII Bab IV) 

Hakikat dan Makna Do’a

a. Pengertian Do’a

Do’a menurut bahasa artinya seruan, panggilan, atau suara. Seperti struktur kalimat (سمعت دعاء) “saya mendengar do’a (seruan/panggilan)” sama seperti kalimat (سمعت صوتا) “saya mendengar suara”. Sedangkan secara istilah do’a berarti seruan seorang hamba kepada Rabnya guna memohon pertolongan atau perlindungan.

Hakikatnya do’a berarti menampakkan kelemahan dan ketiadaan kuasa dihadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah esensi dari bentuk penghambaan yang didalamnya terkandung pujian kepada Allah.

b. Do’a adalah Ibadah dan Kunci bagi Semua Kebaikan serta Pencegah Segala Keburukan

Dalam melakukan setiap amalan dan perbuatan, manusia memerlukan motivasi dan dorongan. Shalat akan diberi pahala karena shalatnya, puasa akan diberi balasan karena puasanya, dan shadaqah juga akan diberi balasan karena shadaqahnya. Semua amalan tersebut diberi balasan dan pahala karena amalan tersebut merupakan ibadah. Begitu juga dengan do’a, setiap kali seorang hamba mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan “Yaa Allah, Yaa Rabb”, ia akan diberi pahala dan imbalan dari Allah karena do’a merupakan amal ibadah, meskipun do’anya dikabulkan langsung atau ditunda. Yang mendasari pernyataan tersebut adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatnkan oleh at-Tirmidzi, dari Nu’man ibnu Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata:

اَلدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

Artinya:
Do’a merupakan ibadah

Hadits tersebut diatas menunjukkan bahwa do’a merupakan ibadah, sehingga barang siapa memanjatkan do’a maka ia akan diberi pahala sebagaimana ibadah shalat, puasa, dan shadaqah, meskipun belum tampak apakah do’a tersebut dikabulkan atau belum. Oleh sebab itu para pelajar Muhammadiyah setelah mengetahui bahwa do’a merupakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka harus memperhatikan syarat dan adab-adab ketika berdoa dan bermunajat kepada Allah.

Perhatikanlah peristiwa yang diabadikan Allah dalam Al-Quran, bagaimana do’a para Nabi membuka pintu-pintu kebaikan untuk dijadikan pelajaran bagi umat-umat setelahnya. Tidaklah pintu-pintu langit terbuka dan menurunkan air hujan yang deras serta bumi yang memancarkan mata air-mata air yang saling bertemu, setelah itu diangkutlah Nuh ‘alaihis salam kedalam bahtera yang terbuat dari kayu dan paku kecuali setelah ia berdoa:

(QS. Al-Qamar/54: 10)

Tidaklah Nabi Luth ‘alaihis salam diselamatkan Allah dan dihancurkannya musuh-musuhnya kecuali setelah ia memanjatkan do’a:

(QS. Asy-Syu’ara/26: 169)

Sedangkan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam diberi kemampuan untuk mengendalikan angin sesuai dengan keinginannya, ditundukkannya para jin yang ahli dalam bangunan serta menyelam, juga diberi kemampuan untuk memahami bahasa hewan melainkan setelah ia berdoa:

(QS. Shaad/38: 35)

C. Syarat dan Adab-adab Berdo’a

Doa merupakan pondasi dan kekuatan dalam ibadah, karena seseorang yang memanjatkan do’a yakin bahwa tidak ada kekuatan yang dapat mendaangkan manfaat dan madharat selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Iitulah esensi daripada tauhid. Karenanya hendaklah ketika memanjatkan do’a memperhatikan poin-poin berikut:

Syarat-syarat dalam berdo’a

- Syarat utamanya adalah Muslim
- Menghadirkan niat yang ikhlas karena Allah dalam berdo’a, sesuai dengan QS. Al-Mu’min/40: 14
- Tidak berdo’a dalam hal kemaksiatan dan dengan tujuan untuk pemutusan tali pesaudaraan
- Harus menjaga ketaatan kepada Allah serta menghindari perilaku yang diharamkan dalam keseharian

Adab-adab dalam berdo’a

- Hendaknya dalam keadaan berwudhu atau suci ketika hendak berdo’a
- Menghadap kearah kiblat ketika berdo’a
- Merasa rendah diri dengan menunjukkan ketundukan dihadapan Allah ketika berdoa serta melembutkan suara
- Membuka kalimat do’a dengan memuji dan mengagungkan Allah serta shalawat kepada Rasulullah
- Mengangkat kedua tangan serta melembutkan suara ketiak berdo’a

Anjuran dalam berdoa

- Memilih kalimat do’a dengan apa yang Rasulullah ajarkan
- Berdo’a untuk seluruh kaum muslimin
- Mengulang-ulang do’a sebanyak tiga kali

Perkara yang dimakruhkan dalam berdo’a

- Berdo’a terhadap hal-hal yang mustahil
- Meminta sesuatu yang pasti tidak diinginkan oleh semua orang
- Memilih kalimat dengan syair-syair dalam berdo’a

Ayat Al-Quran dan Hadits tentang Do’a Orangtua Agar Mendapatkan Keturunan yang Shalih

QS. Al-Furqan/25: 74 tentang Do’a Agar Mendapatkan Keturunan yang Shalih

1. Teks Ayat QS. Al-Furqan/25: 74

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk mata hati , dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.

2. Terjemah Perkata
وَالَّذِينَ  = Dan orang orang yang
لَنَا = kepada kami
قُرَّةَ أَعْيُنٍ = penyejuk mata

يَقُولُونَ = berkata
مِنْ = dari
وَاجْعَلْنَا = dan jadikanlah

رَبَّنَا = Ya Tuhan kami
أَزْوَاجِنَا = isteri-isteri kami
لِلْمُتَّقِينَ = bagi orang-orang yang bertakwa

هَبْ = anugrahkanlah
وَذُرِّيَّاتِنَا = dan keturunan kami
إِمَامًا = imam


3. Hukum Bacaan


1.   رَبَّنَا هَبْ لَنَا  --  Qalqalah Sughra
Ada huruf ba (ب) sukun/mati asli/bukan karena waqaf.
Apabila ada huruf ب – ج – د – ط – ق  (dapat diingat dengan singkatan BAJU DI TOKO) sukun atau mati asli/bukan karena waqaf, maka dibaca memantul dengan pantulan yang tidak terlalu kuat

2. مِنْ أَزْوَاجِنَا  --  Idhar Halqi
Ada nun sukun (نْ) bertemu dengan hamzah
Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf berikut:   maka huruf nun sukun atau yang bertanwin harus dibaca jelas dan terang tanpa disertai dengung

3.  أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا  -  Idgham Bighunnah
Ada kasrotain bertemu huruf wawu
Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf berikut:    maka nun sukun atau tanwinnya masuk melebur pada huruf tersebut disertai dengan dengung

4.  إِمَامًا  -  Mad ‘Iwadh
Ada huruf mim berharakat fathatain dibaca waqaf
Apabila ada huruf berharakat fathatain dibaca waqaf (diwaqofkan) maka dibaca fathah panjang sebagai ganti fathatain, kecuali fathatain pada ta’ marbuthoh.
Ta Marbuthoh  berakhiran fathatain pada akhir bacaan, dibaca sebagai khuruf mati dengan bunyi konsonan H


4. Isi QS. Al-Furqan/25: 74

Ayat ini menyebutkan salah satu ciri ‘ibadur rahman yaitu adalah mereka orang-orang yang selalu memohon kepada Allah agar keluarganya dapat menjadi penyejuk ditengah teriknya kehidupan. Di dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa maksud ayat ini adalah yaitu mereka (íbadur rahman) selalu memohon kepada Allah agar anak keturunan mereka menjadi hamba yang taat beribadah, meng-Esakan Allah dan tidak mempersekutukanNya. Ibnu Abbas berkata: “Maknanya adalah siapa yang beramal atas dasar ketaatan kepada Allah, akan menjadi penyejuk di dunia dan akhirat.
Al-Quran memiliki struktur bahasa yang juga menjadi mu’jizat, sebagaimana dalam QS. Al-Furqan/25: 74, dalam ayat tersebut terdapat konsep dasar untuk membangun keluarga yang sempurna.
Langkah-langkah membangun keluarga yang sempurna berdasarkan ayat tersebut (QS. Al-Furqan/25: 74) adalah sebagai berikut:
Pertama: keluarga yang ideal haruslah dimulai dengan memperbaiki hubungan dengan mendekat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalimat (Rabbanaa hablanaa) maknanya memohon untuk diri sendiri, dengan kata lain  ketika seseorang memohon anugerah dari Allah, maka haruslah terlebih dahulu memperbaiki hubungan dia kepada Allah. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik... kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan orang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, ‘Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim)
Kedua: kalimat selanjutnya adalah (min azwaajinaa) yang mengisyaratkan untuk memilih pasangan hidup yang baik. Keluarga yang sempurna haruslah selektif dalam hal memilih pasangan hidup, karena untuk mendapatkan keturunan yang baik maka haruslah memilih pasangan yang baik pula, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nur/24: 26: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula); dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).”
Ketiga: urutan kalimat selanjutnya adalah (wa dzurriyyaatinaa) yang menunjukkan bahwa keluarga yang istimewa haruslah menjaga aqidah anak keturunan dari penyimpangan dengan memberikan pendidikan dan pemahaman Islam yang benar sehingga tercapainya tujuan utama sebagai qurrota a’yun. Keturunan seperti itulah yang diharapkan menjadi imam atau pemimpin sebagaimana urutan kalimat setelahnya yaitu (waj’alnaa lilmuttaqiina imaaman), dari ayat tersebut dapat diambil hikmah, bahwa untuk menjadi pemimpin haruslah baik dalam lingkungan keluarganya terlebih dahulu dan menjadi panutan yang baik, sehingga ia layak menjadi seorang pemimpin.
Ayat lain yang mendukung makna QS. Al-Furqan/25: 74 tentang dorongan bagi orangtua untuk selalu berdo’a agar mendapatkan anak keturunan yang shalih dan taat kepada Allah adalah QS. Ali ‘Imran/3: 35 yang berbunyi:
إِذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Ayat tersebut memberikan informasi bagaimana isteri Imran ketika mengandung Maryam sudah menampakkan usahanya agar mendapatkan anak keturunan yang shalih dengan berdo’a kepada Allah untuk menerima nadzarnya yang akan mendedikasikan anak keturunannya di jalan Allah. Do’a tersebut dikabulkan Allah dalam firman-Nya: “Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik” (QS. Ali ‘Imran/3: 37)
Melalui keikhlasan do’a dan usaha, isteri ‘Imran mendapatkan keturunan yang taat kepada Allah dan dapat menjadi penyejuk bagi orantuanya. Hal tersebut hendaknya dijadikan pelajaran yang dapat diambil hikmahnya, dan dapat diterapkan dalam kehidupan berumah tangga sehingga mndapatkan keturunan yang shalih.

Hadits riwayat Ahmad tentang Syarat-syarat dalam Berdo’a

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخدري رضي الله عنه ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ ، وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ ، إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ : إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ ، وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ ، وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا . قَالُوا : إِذًا نُكْثِرُ . قَالَ : اللهُ أَكْثَرُ ) .(رواه أحمد في  المسند (

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah Subhanahu wa Ta’ala selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad)

Isi Kandungan Hadits
Hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad tersebut menanamkan keyakinan kepada umat Islam bahwa do’a yang dipanjatkan setiap hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ada yang sia-sia sehingga memberikan dorongan kuat bagi umat Islam untuk senantiasa memanjatkan do’a dan menggantungkan setiap kesulitan kepada Allah dengan sikap tawakkal yang benar.
Didalam hadits tersebut disebutkan syarat-syarat yang harus terpenuhi agar do’a yang dipanjatkan diterima Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pertama, petikan kalimat (مَا مِنْ مُسْلِمٍ) memberikan isyarat bahwa syarat utama yang harus dipenuhi seseorang ketika berdo’a adalah dalam keadaan Islam. Kedua, petikan kalimat (لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ) menunjukkan syarat kedua yang harus dipenuhi, yaitu didalam do’a yang dipanjatkan haruslah tidak terkandung kemaksiatan kepada Allah, artinya tidak meminta sesuatu yang dilarang dan diharamkan. Ketiga, syarat ketiga yang harus dipenuhi adalah, do’a yang dipanjatkan harus tidak mengandung unsur pemutus tali persaudaraan, hal tersebut tercermin pada petikan kalimat (وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ).
Apabila ketiga syarat di awal hadits tersebut terpenuhi didalam sebuah do’a yang dipanjatkan seorang hamba, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memenuhi janjinya yang terdapat pada petikan kalimat (إِلَّا أَعْطَاهُ اللهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ), yaitu Allah akan memberikan balasan dengan balasan salah satu dari tiga hal. Pertama, Allah akan segera mengabulkan permohonannya di dunia secara spesifik atau yang sejenisnya. Kedua, Allah menunda pengabulan do’anya di dunia dan akan dikabulkan do’anya kelak di akhirat dengan yang lebih baik atau sejenisnya. Ketiga, apabila permohonan yang diminta tidak terwujud, maka Allah akan menggantinya dengan terhindarnya ia dari marabahaya dan bala’ yang akan menimpanya, sebagai ganti dari permohonan dalam do’anya yang tidak terwujud di dunia. Jadi setiap do’a yang dipanjatkan tidak ada yang sia-sia, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji pasti akan membalasnya setelah memenuhi syarat-syaratnya.

Ayat Al-Quran dan Hadits tentang Dorongan untuk Berdoa Memohon Keturunan yang Shalih

1. Surat As-Shaffat Ayat 100-101

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ   (100)  فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ   (101)
Artinya:
Ayat 100: “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.”
Ayat 101: “Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.”

2. Hukum Bacaan QS. Surat As-Shaffat Ayat 100-101

1.  رَبِّ هَبْ لِي  -  Qalqalah Sughra
Ada huruf ba (ب) sukun/mati asli/bukan karena waqaf.
Apabila ada huruf ب – ج – د – ط – ق  (dapat diingat dengan singkatan BAJU DI TOKO) sukun atau mati asli/bukan karena waqaf, maka dibaca memantul dengan pantulan yang tidak terlalu kuat

2.  مِنَ الصَّالِحِينَ  -  Idgham Syamsiyah/ Alif Lam (al) syamsiyah (alif lam syamsiyah bertemu dengan huruf shod [ص])
Apabila ada alif lam (Al ma’rifah) bertemu dengan huruf-huruf berikut: ت –ث- د – ذ – ر – ز – س – ش – ص – ض – ط – ظ - ل ,maka huruf lam dibaca lebur atau hilang

3.  الصَّالِحِينَ  -  Mad ‘aridh lissukun (Mad thabi’iy bertemu dengan huruf ra di akhir ayat
Apabila ada mad thabi’i bertemu dengan huruf hijaiyyah yang disukun/mati dalam satu kata, biasanya diakhir ayat (bisa juga karena waqaf/berhenti meskipun tidak diakhir ayat) maka dibaca panjang 2, 4, atau 6 harakat
[2 harakat = 1 alif]

4.  فَبَشَّرْنَاهُ  -  Ra sukun (رْ) dibaca tafkhim (tebal)
Apabila ada ra sukun (رْ) atau sukun karena waqaf yang didahului huruf berharakat fathah maka dibaca tebal (tafkhim) dengan cara seolah-olah mulut seperti penuh

5.  بِغُلَامٍ حَلِيمٍ  -  Idhar Halqi
Ada kasratain bertemu dengan ha (حَ)
Apabila ada nun sukun atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf berikut:   maka huruf nun sukun atau yang bertanwin harus dibaca jelas dan terang tanpa disertai dengung

3. Isi Kandungan QS. Surat As-Shaffat Ayat 100-101

Ayat ini didahului dengan peristiwa yang dialami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam ketika dakwahnya yang penuh perjuangan tidak kunjung diterima oleh kaumnya, bahkan menerima banyak tantangan dari kaumnya serta ayahnya sendiri yang dengan tegas menolak dakwahnya. Ujian demi ujian dialami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Sampai pada puncaknya ketika datang ancaman dari kaumnya yang akan melemparkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam kedalam api yang menyala-nyala. Ketika dihadapkan dengan api yang menyala Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tetap teguh dengan pendirian dakwah tauhidnya sehingga dilemparlah kedalam api tersebut. Tetapi dengan ketabahan dan kesabarannya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berdo’a memohon kepada Allah (Hasbiyallah wa ni’mal wakiil) maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkannya dari kobaran api dengan firmanNya: 
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Hai api! Menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim!”, hal itu disebutkan oleh Al-Qurthubi di dalam tafsirnya.
Pada ayat sebelumnya QS. Ash-Shaaffaat/37: 99 disebutkan setelah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam diselamatkan dari kaumnya dan melihat kebesaran Allah, ia memohon kepada Allah untuk berhijrah kr negeri Syam atau Ardhul Muqoddas. Setelah sampai ke negeri Syam, ia berdo’a dengan harapan yang kuat (رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ). Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, maksudnya adalah memohon dianugerahkan seorang anak yang taat sebagai pengganti kaum dan keluarga yang meninggalkannya.
Arti kata shalih (الصَّالِح) dalam petikan ayat (مِنَ الصَّالِحِينَ) yaitu berakhlak baik secara lahir dan batin, yang mengharuskannya untuk senantiasa menegakkan hak-hak Allah dan hak-hak dengan hamba yang lain. Para Nabi memohon keturunan untuk melanjutkan risalahnya dan menjadi penerus suritauladan perjuangan keimanannya dalam berdakwah, sebagaimana kisah Nabi Zakariya ‘alaihis salam dalam QS. Masryam/19: 6:
يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنْ آلِ يَعْقُوبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
"yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
Karena keteguhan dan kesabarannya, Allah mengabulkan do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dengan firmanNya (فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ) “Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar”, huruf Fa (ف) pada kata (فَبَشَّرْنَاهُ) berfungsi untuk menunjukkan urutan atau sebab, maknanya setelah berdo’a atau atas sebab do’a Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkannya dengan memberikan kabar gembira (بِغُلَامٍ حَلِيمٍ) “dengan seorang anak yang amat sabar”. Allah memberikan sifat kepada anak tersebut dengan sifat penyabar. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa anak yang dimaskud adalah Ismail ‘alaihis salam sebagai anak pertama yang diamanahkan Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Ayat tersebut menunjukkan bagaimana dhasyatnya kekuatan do’a dari seorang hamba yang sabar, penuh keyakinan, dan tidak mengenal putus asa akan membuahkan hasil.
Sebagai orangtua yang baik, hendaklah memperhatikan kualitas terbaik generasi yang akan datang setelahnya, sehingga tidak meninggalkan generasi lemah. Berikut ini adalah media pendidikan yang memberikan dampak positif yang hendaknya diberikan orangtua kepada anak keturunannya.

Pendidikan Keteladanan
Para orangtua diharuskan menjadi pendidik bagi anaknya dengan terlebih dulu memberikan contoh nyata dalam keseharian, seperti sikap menghormati kepada sesama, zuhud, tawadhu’, dan sopan santun. Karena keteladanan yang shalih akan memberikan dampak positif yang mendalam bagi sang anak

Pendidikan Ibadah
Ibadah didalam Islam memiliki makna yang mendalam untuk membentuk karakter seseorang menjadi baik. Maka hendaknya setiap orangtua memperhatikan pendidikan ibadah kepada anaknya untuk membentuk karakter yang baik bagi sang anak untuk bekal dikala ia dewasa kelak.

Pendidikan Nasihat
Nasihat yang bijak dari orangtua kepada anaknya dicontohkan oleh Luqman Al-Hakim kepada anaknya, sehingga membentuk kesan mendalam yang berpengaruh pada kehidupan sang anak sampai ia dewasa.

Pendidikan Peringatan
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbolehkan kepada orangtua untuk menyuruh anaknya dengan sedikit keras ketika sang anak tidak mendirikan shalat wajib. Tentunya hal tersebut memberikan dampak yang dapat mengarahkan anak kepada kebaikan.

Hadits Riwayat Muslim tentang Meminta Do’a untuk Orang Lain

عن أنس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن أمّ سُلَيم أَنَّها قَالتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَسٌ خَادِمُكَ ادْعُ اللَّهَ لَه،ُ قَالَ: اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)

“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Ummu Sulaim, ia berkata: “Wahai Rasulullah, ini Anas pelayanmu. Do’akanlah kepada Allah untuknya. Maka Rsulullah berdo’a: “Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, serta berkahilah apa yang engkau karuniakan padanya.” (HR. Muslim)

Isi Kandungan Hadits

Hadits tersebut di atas dapat difahami bahwa permohonan kepada orang shalih untuk mendoakan orang lain itu diperbolehakan. Pada hadits tersebut Ummu Sulaim meminta Rasulullah untuk mendo’akan anaknya yaitu Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Dalam do’a tersebut Rasulullah mengajarkan kepada umatnya untuk menggantungkan sesuatu yang diluar batas kemampuan manusia kepada zat yang maha kuasa yaitu Allah subhanahu wa ta’ala serta menunjukkan dahsyatnya kekuatan do’a yang dapat dirasakan di dunia. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim, Anas berkata: “Demi Allah, sungguh harta saya amatlah banyak. Anak dan cucuku kini mencapai seratus orang lebih.”
Berdo’a dan meminta do’a kepada orang yang shalih agar diberi keturunan yang shalih, merupakan salah satu bentuk usaha orangtua dalam berupaya mendapatkan generasi keturunan yang taat dan tunduk kepada Allah sebagaimana yang dilakukan Ummu Sulaim kepada anaknya Anas dikala ia masih kecil. Ketika ia tumbuh dewasa nampaklah do’a yang dipanjatkan untuknya menjadi kenyataan yang ia rasakan di dunia. Dalam hadits lain yang diriwayatkan Muslim, Anas bin Malik berkata; “Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan lewat rumah kami. Kebetulan ibu saya, Ummu Sulaim mendengar suara beliau. Ia pun memanggilnya, 'Ya Rasulullah, demi bapak dan ibuku inilah Unais! ' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendo'akan untuk saya tiga hal, yang dua telah saya capai di dunia dan yang ketiga saya mengharapkannya di akhirat kelak." 
Dalam hadits tersebut juga diajarkan adab berdo’a, jika meminta sesuatu dalam do’a yang menyangkut masalah duniawi maka hendaknya mengiringinya dengan memohon agar diberi keberkahan. An-Nawawi memberikan komentarnya terhadap hadits ini bahwa didalamnya mengandung dalil tentang fadhilah orang kaya, dan sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan Anas agar diberi keberkahan dari apa yang diberikan kepadanya, karena keberkahan akan menjauhakn dari fitnah dan kecelakaan atau kemadharatan. Didalam hadits tersebut terdapat adab yang mulia yaitu, apabila seseorang berdo’a terhadap sesuatu yang menyangkut masalah duniawi, hendaknya mengiringinya dengan meminta keberkahan. Hal tersebut terjadi kepada Anas dan anak keturunannya yang diselimuti rahmat dan kebaikan karena sebab do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berperilaku Mulia Sesuai Tuntunan Al-Quran dan Hadits

Masih ingatkah dengan sebuah kisah tauladan yang diabadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. Al-Kahfi/18: 60-82. Yang mengisahkan bagaimana perjalanan Nabi Musa ‘alaihis salam bersama muridnya didalam menimba ilmu kepada Nabi Khidhr ‘alaihis salam? Sebuah perjalanan yang sangat kaya akan pelajaran bagi orang yang berfikir terhadap ayat-ayat Allah. Mengambil sebuah pelajaran yang berkaitan erat dengan materi yang sedang kita pelajari, yaitu firman Allah dalam QS. Al-Kahfi/18: 77

فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا

“Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".
Ketika Nabi Khidhr ‘alaihis salam memperbaiki dinding sebuah rumah yang akan roboh di suatu desa yang mmasyarakatnya bakhil, sehingga dinding rumah tersebut menjadi kokoh kembali dan tidak sedikitpun ia diberi upah dari pekerjaannya tersebut. Namun Nabi Khidhr ‘alaihis salam tetap melakukannya atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian pada ayat selanjutnya diungkapkan alasan dan tujuan mengapa ia melakukannya, yaitu pada QS. Al-Kahfi/18: 82

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya".
Marilah bersama-sama kita perhatikan apa sebab dan tujuan Nabi Khidhr ‘alaihis salam memperbaiki tembok rumah anak yatim yang sudah hamper roboh dalam ayat tersebut di atas. Lewat karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala Nabi Khidhr dapat mengetahui perkara yang belum terjadi dimasa yang akan datang. Disamping itu ternyata orangtua yang shalih dapat menyebabkan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelimuti sang anak. Syeikh Musthofa Al-‘Adawi dalam bukunya Fiqhu al-Du’a menyebutkan bahwa disamping do’a orangtua kepada anaknya supaya menjadi anak yang shalih, orangtua juga harus beramal shalih. Karena keshalihan orangtua bermanfaat untuk sang anak. Jadi dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menggapai rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terkabulnya do’a, disamping memanjatkan do’a dengan khusyu’ seseorang juga harus selalu beramal shalih dengan niat mencari ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jendela Pengetahuan
Pengaruh Do’a dan Dzikir Terhadap Sel Tubuh Manusia
Dalam setiap sel manusia terdapat Nukleus yang mengandung zat asam deoksiribonukleat atau Deoxyrribonucleic acid (DNA), yaitu zat yang kita sebut sebagai Gen. DNA terdiri dari dua untai berbentuk spiral yang mengandung molekul –molekul yang namanya dapat disingkat dengan huruf A,T,C dan G. Ini adalah kode genetik kita, yang mengandung semua informasi untuk membentuk kehidupan. Nukleus dari sebuah sel tubuh manusia memiliki tiga miliar huruf-huruf seperti tersebut diatas. Bentuk tubuh dan hidup kita dibentuk oleh informasi yang dibentuk dari kombinasi tiga milyar huruf tersebut dan disimpan didalam DNA kita . Instruksi pada DNA itulah yang membentuk bagian tubuh kita menjadi darah, tulang , daging, mata dan lain sebagainya.
Sel tubuh kita akan berfungsi sesuai instruksi yang aktif didalam gen yang ada didalam sel tersebut. Para ahli genetika menyebut instruksi-instruksi ini sebagai mekanisme nyala-padam (on-off). Tubuh kita akan dibentuk menurut gen yang sedang nyala (aktif). Seluruh informasi yang baik maupun yang buruk untuk pembentukan tubuh kita terdapat dalam triliunan gen yang ada didalam tubuh kita. Jika gen yang menyala banyak mengandung unsur negatif kita akan mengalami kekacauan pada metabolisme tubuh, namun jika gen yang nyala adalah gen yang baik insya Allah tubuh kita akan merasa baik dan nyaman .
Para ilmuwan mengatakan bahwa dari triliunan gen yang ada didalam tubuh kita yang aktif terus menerus hanya antara 5 sampai 10 persen saja, sisanya dalam keadaan pasif dan siap untuk diaktifkan sewaktu-waktu. Pengaruh luar dapat memicu gen yang pasif atau tidur itu untuk menyala dan aktif. Pengaruh luar dapat memicu gen yang buruk atau baik untuk menyala dan mulai mengatur sel tubuh untuk mengikuti instruksi gen yang nyala tersebut. Jika gen yang aktif merupakan gen yang buruk ia mulai menimbulkan berbagai masalah didalam tubuh kita, jika gen yang aktif merupakan gen yang baik ia akan memberi kenyaman dan kebaikan pula pada tubuh dan kehidupan kita.
Tubuh kita memilki gen yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit, dan pada saat yang sama juga memiliki gen yang dapat menyembuhkan penyakit. Pada saat gen yang berpotensi menimbulkan penyakit menyala , kondisi ini akan diimbangi oleh menyalanya gen yang berpotensi menyembuhkan penyakit, sehingga dicapai keadaan yang seimbang dan tubuh kita tetap berada dalam keadaan sehat. Namun begitu keseimbangan tersebut terganggu, penyakit itu akan mulai menyebar keman-mana.
Orang yang mempunyai fikiran dan perasaan negatif dan berada dalam keadaan stres berkepanjangan dapat memicu aktifnya gen yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit. Emosi yang labil menyebabkan menyalanya gen yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit namun tidak diimbagi oleh sel yang mampu menyembuhkan penyakit. Hal tersebut menyebabkan orang tersebut sangat rentan terhadap gangguan berbagai penyakit. Gejala inilah yang umumnya menimbulkan gangguan psykosomatik pada kebanyakan orangdewasa ini.
Ketenangan dan Berfikir Positif
Orang yang selalu merasa dan berfikir positip memiliki emosi yang stabil, bebas dari rasa stress dan tertekan yang berkepanjangan , mampu meredam aktifnya gen yang berpotensi menimbulkan penyakit. Orang seperti ini mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap berbagai penyakit. Bahkan kadangkala makanan yang menurut perhitungan ilmu kedokteran dapat membahayakannya tidak berpengaruh sedikitpun padanya.
Dalam kehidupan sehari hari kita jumpai orang yang kuat merokok namun sampai usia hampir 90 tahun masih tetap sehat tidak mengalami gangguan apapun. Adapula orang yang banyak mengkonsumsi gula dan garam namun tidak mengalami gangguan penyakit diabet maupun darah tinggi. Fikiran dan perasaan positip yang dimilikinya merangsang gen positipnya untuk meredam semua efek negatif yang muncul dari makanan tersebut. Selalu merasa dan berfikir positip sangat penting untuk mempertahankan tubuh tetap sehat dan bugar.
Aktifitas Zikir (Mengingat Allah) termasuk kegiatan positif yang melibatkan Fikiran dan perasaan manusia, dan itu mempunyai dampak positif terhadap diri manusia. Dzikrullah itu menghasilkan getaran-getaran gelombag elektromagnetik dengan frekuensi cahaya yang terus menerus menggesek hati kita. Maka, hati kita pun akan memancarkan cahaya. Jika getaran zikrullah yang lembut ini vibrasinya semakin menguat, maka ia akan merembet menggetarkan seluruh bio electron dalam tubuhnya untuk mengikuti getaran energi zikir tersebut, hasilnya seluruh sel dan bioelectron yang berada di dalam diri manusia akan menjadi stabil (tenang) dan berproses dengan sehat.
Allah berfirman :
28- (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar Ra’d 28)
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.” [QS. Az Zumar (39) : 23]
Betapa jelasnya Allah mengatakan dalam ayat-ayat di atas, bahwa getaran Dzikrullah dan do'a dapat berimbas atau berpengaruh ke seluruh sel yang berada di dalam tubuh manusia dan membawa pada dampak yang positif.

Untuk contoh soal Bab ini silahkan buka: Contoh Soal Al-Quran Hadits Kelas XII Bab IV. Menggapai Cita-cita Dengan Do’a (Al-Quran Hadits Kelas 12 SMA/SMK/MA/MAK Muhammadiyah)

Posting Komentar untuk "Al-Quran Hadits Kelas XII Bab IV. Menggapai Cita-cita Dengan Do’a (Al-Quran Hadits Kelas 12 SMA/SMK/MA/MAK Muhammadiyah)"

close